Thursday 17 September 2015

Tari Kontemporer Setan Bercanda

SETAN BERCANDA
SEBUAH KARYA SENI PADA AWAL PERKEMBANGAN TARI KONTEMPORER
DI BALI

  








 
OLEH:

NI MADE ARY KUSWANTI
NIM : 200601019


                                                                                               





PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI
logo-isi copyJURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2012


logo-isi copy 

ABSTRAK


Salah satu fenomena pertunjukan seni tari di Bali adalah keberadaan tari kontemporer yang tidak disadari telah mengalami perkembangan setara dengan tari tradisi. Hal tersebut tentunya telah diawali dengan inovasi yang kreatif.
Tari Setan Bercanda merupakan tari kontemporer pertama di Bali yang masih bernuansa tradisi Bali yang seram, karena terinspirasi dari tari Berutuk dan tari Baris Ketujeng.
Sebagai sebuah penelitian ilmiah, dalam menganalisis permasalahan yang diajukan, digunakan 3 (tiga) teori yaitu teori Perubahan, teori Estetika, teori Institusi Seni, dan 1 (satu) pendekatan yaitu pendekatan Kontekstual. Semua data yang disajikan dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Data yang diolah dengan analisis deskriptif kemudian disajikan dalam penyajian deskriptif kualitatif.
Adapun penelitian ini telah berhasil menelusuri awal mula terciptanya, bentuk pertunjukan, dan penyebab munculnya polemik Tari Setan Bercanda. Awal mula terciptanya Tari Setan Bercanda, karena keinginan I Wayan Dibia untuk menciptakan tari kontemporer yang masih bernuansa tradisi Bali dengan gerakan improvisasi, kostum menggunakan kraras (daun pisang kering), dan tata rias yang seram. Sebagai sebuah awal, tari Setan Bercanda sempat menimbulkan polemik di media, akan tetapi polemik tersebut dapat diatasi oleh I Wayan Dibia bahkan tidak terlalu lama dihiraukannya. Hal ini dapat dibuktikan, semakin banyaknya karya tari yang diciptakan setelah polemik tersebut.

Kata kunci   : Tari Setan Bercanda, perkembangan tari kontemporer, dan polemik.









 

DAFTAR ISI


JUDUL……………………………………………………………………           i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI…………...……………………….          ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………………..……....…………..          iii
KATA PENGANTAR……………………………….……………………           iv
ABSTRAK………………………..…………………….………………....         vii
DAFTAR ISI………………………..……………………..……………....         viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………        xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….        xii
MOTTO…………………………………………………………………….       xiii
BAB I        PENDAHULUAN……………………………………………..        1  
1.1  Latar Belakang Masalah……………………..…………….       1
1.2  Rumusan Masalah………………………………………....        6
1.3  Tujuan Penelitian………………………………………….         6
1.4  Manfaat Hasil Penelitian………………………………….. 7
1.5  Ruang Lingkup Penelitian…………………………………         7
BAB II       LANDASAN TEORI………………………………………..…       9
2.1  Tinjauan Pustaka…………………………………………..         9
2.2  Landasan Teori…………………………………………….         13
2.2.1        Teori Perubahan…………………………………         13
2.2.2        Teori Estetika……………………………………         14
2.2.3        Teori Institusi Seni………………………………          14
2.2.4        Pendekatan Kontekstual………………………....         15
BAB III      METODE PENELITIAN……………………………………....       16
3.1  Rancangan Penelitian……………...………………………         16
3.2  Tahap Penentuan Subjek Penelitian……………..…………        17
3.3  Instrumen Penelitian……………………………………….         17
3.4  Tahap Pengumpulan Data……………...………………….         19
3.4.1        Jenis dan Sumber Data……………………………          19
3.4.2        Teknik Pengumpulan Data………………………..         20
3.5  Tahap Pengolahan Data/ Analisis Data……………………         23
BAB IV     SETAN BERCANDA SEBUAH KARYA SENI
PADA AWAL PERKEMBANGAN TARI KONTEMPORER
DI BALI………………………………………………………          25
4.1  Awal Mula Munculnya Tari Kontemporer
Setan Bercanda…………………………………………….         25
4.2  Bentuk Pertunjukan Tari Setan Bercanda…………………          31
4.2.1        Struktur Pertunjukan……………………..………          34
4.2.2        Tata Rias Wajah dan Tata Busana…………….....          56
4.2.3        Tempat Pementasan dan Tata Cahaya……………          61
4.2.4        Musik Iringan Tari………………………...…….           62
4.3  Penyebab Kemunculan Polemik Tari
Setan Bercanda ………………...…………………...........         64
4.4  Perkembangan Tari Kontemporer di Bali.……...………...         69
BAB V       Kesimpulan dan Saran…..……………………………………..         74
5.1  Kesimpulan ………………………………………………..         74
5.2  Saran-saran…………………………………………………        76
DAFTAR PUSTAKA…………………..…………………………………..       78
GLOSARIUM………………………….…………………………………..         81
LAMPIRAN…………………..……………………………………………         86

 


DAFTAR GAMBAR
Gambar                                                                                               Halaman
1.      Skema batasan kata kontemporer……………………………            26
2.      Pola lantai dan pola gerak Tari Setan Bercanda……………. 37
3.      Tata rias wajah penari Tari Setan Bercanda…………………            57
4.      Tata busana penari Tari Setan Bercanda…………………….            58
5.      Foto perkembangan tari kontemporer saat ini………………. 71




DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran                                                                                                Halaman
1.      Daftar Informan…………………………………………….. 86
2.      Pedoman wawancara…………………………………………          87
3.      Foto Wawancara Dengan Narasumber……………………….          89
4.      Daftar Karya Koreografi/ Komposisi Bapak I Wayan Dibia
sejak tahun 1971 sampai tahun 2003…………………………          90

 


BAB I
PENDAHULUAN
   


1.1  Latar Belakang Masalah
Sejak dahulu, tari memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan sosial. Selama berabad-abad, tari memberikan gambaran-gambaran tentang gejolak kemanusiaan dan kehidupan kemasyarakatan, akan tetapi pada abad ke-17 tari mengalami revolusi.[1] Keadaan yang dimaksud adalah yang semula tari tersebut menjadi milik raja, kemudian oleh kaum profesional mengubah fungsi tari menjadi sarana pertunjukan untuk penonton-penonton yang membayar. Sampai saat ini, tari bersama dengan kesenian lainnya mengalami perkembangan yang cukup memuaskan, seiring dengan kehidupan masyarakat yang kian lebih baik. Perlu diingat bahwa masyarakat di manapun senantiasa, mungkin saja, mengalami perubahan, baik perubahan dalam kehidupan sosial maupun dalam hal adat daerah tertentu, sehingga bersamaan dengan perubahan tersebut, terjadi pula perubahan-perubahan budaya.
Berkembangnya berbagai bentuk kesenian di Bali, terutama seni tari, menjadi suatu bukti bahwa Bali disebut sebagai “Pulau Kesenian”. Dari bidang seni tari saja bisa diamati ada berbagai jenis tari yang berkembang di Bali, baik tradisi maupun kontemporer. Selain kesenian tradisi, di dunia seni pertunjukan ada pula seni tari kontemporer. Tari kontemporer sekarang ini cukup berkembang dengan baik di Bali, hal ini dapat diamati dari keberadaannya yang mampu menyemarakkan dunia seni tari. Banyak karya baru muncul yang mengambil inspirasi dari sumber-sumber lokal atau dunia. Kehadiran seni kontemporer memiliki arti penting dalam menciptakan citra tentang kesenian masyarakat di Bali.
Kata kontemporer berasal dari dua akar kata yaitu “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).[2] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kontemporer berarti pada masa kini, semasa, sewaktu, dan dewasa ini.[3] Seni pertunjukan kontemporer merupakan bentuk ekspresi seni Indonesia atau sebuah pernyataan diri manusia Indonesia yang langsung dan otentik.[4] Jadi dapat disimpulkan bahwa  seni kontemporer adalah salah satu cabang seni yang sudah tidak (lagi) terikat oleh aturan-aturan baku dan telah terpengaruh dampak modernisasi sesuai dengan perkembangan jaman. Dengan adanya tari kontemporer, para seniman dapat berkarya menurut pengungkapan perasaannya. Kesenian pada jaman dahulu masih mengedepankan nilai etika sosial, etika agama dan etika-etika yang lain.[5] Akan tetapi bukan berarti tari kontemporer tidak berisi nilai dan etika, hanya saja penggunaannya lebih tidak terbatas. Artinya nilai dan etika tersebut tidak menjadi fokus utama. Kondisi semacam ini kemungkinan disebabkan oleh kejenuhan seniman dalam berkarya yang selalu terikat oleh aturan-aturan dalam berkesenian. Sering pula dijumpai daya kreativitas dan ide seniman mengalami stagnasi dalam berkarya, hal ini disebabkan oleh begitu kuatnya pengaruh aturan-aturan tradisi dalam berkesenian. Karya seni seperti itu akhirnya hanya akan menjadi formalitas penciptaan sebuah karya seni, jadi tidak sepenuhnya penuangan ide dan konflik perasaan seniman dapat dipresentasikan atau dituangkan secara optimal. Istilah seni kontemporer di Indonesia muncul sejak tahun 1970-an, ketika Gregorius Sidharta, seorang pematung terkenal Indonesia, menamai pameran seni patung miliknya.[6] Kemudian seni yang lain menjadi latah akan istilah kontemporer, terutama di dunia seni (tari, karawitan, patung, lukis, dan lain-lain) dan lingkungan akademik, salah satunya adalah Institut Seni Indonesia Denpasar.
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar merupakan sebuah institusi yang membina kesenian, baik Seni Pertunjukan maupun Seni Rupa dan Desain Komunikasi Visual. ISI Denpasar telah banyak mencetak sarjana seni yang menciptakan karya dalam Tugas Akhir (TA) untuk menyelesaikan studi mereka. Pada ujian tersebut, khususnya dalam seni tari, banyak mahasiswa yang menyajikan karya seni kontemporer dan kreasi baru yang masih bernuansa tradisi. Pada dasarnya antara karya tari tradisi dan kontemporer sama-sama mengedepankan keindahan, hanya saja penekanannya terletak pada penuangan ide dan daya kreativitas penggarap dalam berkarya. Penggarap perlu lebih  memaksimalkan karyanya untuk memperoleh nilai yang memuaskan.
Sejak dahulu sampai sekarang masyarakat umum di Bali lebih tertarik dengan kesenian kreasi baru yang masih bernuansa tradisi, sedangkan karya tari kontemporer sendiri belum mendapat simpati dan perhatian yang serius atau belum memiliki ruang di masyarakat umum. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kefanatikan masyarakat di Bali dalam menerima kesenian baru atau menganggap kesenian tersebut “aneh”. Kesenian yang dianggap “aneh” tersebut  salah satunya adalah tari Setan Bercanda karya I Wayan Dibia.
Tari Setan Bercanda diciptakan pada tahun 1978 oleh I Wayan Dibia dan dianggap awal berkembangnya tari kontemporer di Bali. Menurut informasi dari beberapa orang seniman di Bali, sebelum tahun 1970-an, belum pernah ada tari kontemporer selain tari Setan Bercanda. Proses penggarapan tari Setan Bercanda merupakan apresiasi dari keinginan I Wayan Dibia untuk menciptakan tari baru yang tidak lagi terikat oleh aturan atau pakem-pakem tradisi. I Wayan Dibia hanya memberi 2 sampai 3 gerakan baku dan selebihnya improvisasi.[7] Oleh karena itu, dilakukanlah pemilihan penari yang benar-benar menguasai gerak tari dan mempunyai kemampuan dalam berimprovisasi. Di samping itu, digunakan pula alat-alat musik sederhana yang dapat memberikan nuansa seram, sesuai dengan tujuan I Wayan Dibia dalam menciptakan tari Setan Bercanda.
Penciptaan tari Setan Bercanda ini merupakan sebuah upaya inovasi dalam mengawali pertumbuhan tari kontemporer di Bali. Masyarakat Bali pada dasarnya lebih terbiasa dan tertarik dengan tari tradisional dibandingkan dengan tari kontemporer, sehingga tari Setan Bercanda dianggap aneh oleh masyarakat di sekitar tempat pertama kali tari tersebut dipentaskan, yaitu Sanggar Tari Bali Waturenggong.[8] Akibatnya timbul kritik pedas dari berbagai kalangan masyarakat, karena seolah-olah  mereka tidak bersedia menerima atau memahami munculnya kesenian baru di Bali. Fenomena yang terjadi di masyarakat mengenai perkembangan tari kontemporer yang tidak begitu pesat, menimbulkan tanda tanya bagi dunia seni tari. Masyarakat umum masih belum dapat menerima kesenian yang “tidak jelas” itu. Mereka memiliki anggapan yang negatif mengenai kemunculan kesenian baru, khususnya seni tari.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat, dalam penelitian ini dimaksudkan ingin mengangkat mengenai awal mula terciptanya tari Setan Bercanda. Pada dasarnya penelitian tentang perkembangan tari kontemporer belum banyak dilakukan. Bahkan awal munculnya tari kontemporer di Bali belum pernah ada yang membahas atau meneliti. Oleh sebab itu penting untuk dilakukan penelitian ini. Sebagai sebuah awal yang sempat mengalami berbagai masalah, sehingga akan dapat menimbulkan rangsangan seniman masa kini untuk menumbuhkembangkan tari kontemporer agar lebih pesat dan makin kreatif.
1.2  Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang akan menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini. Permasalahan-permasalahan yang dimaksud dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah awal mula terciptanya tari Setan Bercanda?
2.      Bagaimanakah bentuk pertunjukan tari Setan Bercanda?
3.      Apakah yang menyebabkan terjadinya polemik tari Setan Bercanda dan perkembangan tari kontemporer di Bali?

1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Tujuan-tujuan yang dimaksudkan adalah:
1.      Untuk mengetahui awal mula terciptanya tari Setan Bercanda.
2.      Untuk mengetahui bentuk pertunjukan tari Setan Bercanda.
3.      Untuk mengetahui penyebab kemunculan polemik mengenai tari Setan Bercanda dan perkembangan tari kontemporer di Bali.




1.4  Manfaat Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan acuan, khususnya mereka yang ingin mengetahui bagaimana awal mula terciptanya dan bentuk tari Setan Bercanda. Selain itu pula manfaat yang akan diperoleh adalah informasi mengenai penyebab munculnya polemik mengenai tari Setan Bercanda.
Dengan membaca hasil penelitian ini, diharapkan juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mendorong kreativitas seniman dalam menciptakan karya-karya tari kontemporer di Bali. Demikian pula hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan dalam kesenian kontemporer yang ada di Bali.

1.5  Ruang Lingkup Penelitian        
Perkembangan tari kontemporer saat ini  sudah cukup pesat meskipun belum banyak disadari oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari seringnya dijumpai pertunjukan tari kontemporer, baik untuk sajian pariwisata maupun pertunjukan event. Berhubung telah banyaknya pertunjukan tari kontemporer di Bali, untuk mengantisipasi penafsiran yang terlalu meluas dalam topik penelitian yang akan dibahas, maka ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada hal-hal yang  terkait  dengan seni  tari kontemporer Setan Bercanda yang diciptakan oleh
I Wayan Dibia pada tahun 1978. Adapun yang dikaji dalam penelitian ini adalah asal mula terciptanya tari Setan Bercanda yang merupakan awal munculnya tari kontemporer di Bali pada tahun 1970-an. Selain itu bentuk tari Setan Bercanda serta penyebab munculnya polemik mengenai tari Setan Bercanda yang pada saat itu, masyarakat masih belum mengenal dan belum bisa menerima kesenian baru, yaitu tari kontemporer.



BAB II
LANDASAN TEORI



2.1     Tinjauan Pustaka
Buku yang membahas mengenai tari kontemporer belum banyak ditulis oleh pakar-pakar seni yang lebih berpengalaman, demikian juga buku-buku yang khusus membahas tentang tari Setan Bercanda secara rinci belum pernah ada. Berikut ini adalah beberapa buku yang membahas tentang perkembangan tari kontemporer yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini.
Salah satu buku yang akan dipergunakan  adalah Buku Tradisi Dan Inovasi,  oleh Sal Murgiyanto, yang diterbitkan pada tahun 2004, memaparkan tentang masalah tari yang terjadi dalam dunia seni dengan tujuan agar tarian-tarian di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara sehat, dan mampu menghadapi berbagai bentuk tantangan perubahan zaman. Buku ini menyebutkan bahwa kreativitas dapat dilakukan berdasarkan bahan-bahan tradisi atau bahan-bahan baru. Tanpa pemahaman kreativitas, wajah tari tidak akan selaras dengan perkembangan kehidupan masa kini. Sesungguhnya kreativitas sudah ada pada setiap manusia, namun pengungkapan kreativitas tersebut tergantung pada keuletan manusia dalam mengolah dan melatihnya. Manfaat buku untuk penelitian ini adalah penjelasan mengenai kreativitas sebagai sumber penciptaan awal sebuah tari kontemporer dan perkembangannya. Tari dapat lahir sebagai ungkapan pengalaman batin dan sarana komunikasi pemikiran-pemikiran yang serius.
Buku yang berjudul Estetika Sebuah Pengantar, oleh A. A. M. Djelantik tahun 2008, memaparkan tentang konsep keindahan yang sesungguhnya dapat dirasakan dan dinikmati dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menyebutkan  bahwa pada umumnya apa yang kita sebut indah di dalam jiwa kita dapat menimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, nyaman dan bahagia, dan bila perasaan itu sangat kuat, kita merasa terpaku, terharu, terpesona, serta menimbulkan keinginan untuk mengalami kembali perasaan itu walaupun sudah dinikmati berkali-kali. Manfaat yang diperoleh dalam buku ini adalah penjelasan mengenai dasar-dasar dan arah berfikir dalam menilai karya seni secara objektif. Di samping itu, manfaat dari buku ini akan digunakan untuk mengulas struktur pertunjukan Tari Setan Bercanda.
Buku Ketika Cahaya Merah Memudar, Sebuah Kritik Tari oleh Sal Murgiyanto, yang diterbitkan pada tahun 1993, menjelaskan tentang deskripsi singkat sebagian karya tari dari tokoh-tokoh ternama, dan dijelaskan pula mengenai dasar-dasar pemikiran untuk mengkritisi sebuah karya tari dengan bahasa yang mudah dipahami. Terkait dalam tulisan ini, pada bab I menyebutkan tentang tari sebagai seni pertunjukan, artinya tari dikoreografikan untuk suatu pertunjukan pada sebuah pentas resmi. Tari semacam itu mengajak kita berpikir serta dapat menerangi dan mengangkat ke pemahaman spiritual yang lebih tinggi. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa seorang penonton harus melihat dengan intensitas pemusatan pikiran dan kepekaan jiwa. Dari buku ini diperoleh pengetahuan cara mengamati sebuah pertunjukan tari dan kemudian mengkritisi pertunjukan tersebut.
Buku karya Sal Murgiyanto yang berjudul Kritik Tari: Bekal & Kemampuan Dasar tahun 2002, digunakan pula sebagai bahan acuan dalam tulisan ini. Pada bab III dalam buku ini memaparkan bahwa seorang kritikus tari harus memiliki kemampuan untuk mencermati dan menganalisis gerak. Selain itu untuk dapat mengenali nilai artistik dan nilai kemanusiaan di dalam sebuah pertunjukan tari, kritikus tari harus selalu mengembangkan pengetahuan tentang estetika dan pemahamannya akan masalah-masalah kemanusiaan. Dari buku ini didapat pengetahuan mengenai teknik mengkritik sebuah seni pertunjukan.
Buku Selayang Pandang Seni Pertunjukan, oleh I Wayan Dibia, yang diterbitkan pada tahun 1999,  memaparkan tentang jenis seni pertunjukan yang ada di pulau Bali. Selain itu juga menjelaskan tentang deskripsi singkat tentang jenis-jenis seni pertunjukan namun tetap memberikan informasi penting mengenai jenis-jenis seni pertunjukan di Bali. Disebutkan bahwa sejak awal tahun 1970-an di Bali muncul tari-tarian baru yang mempunyai ungkapan artistik yang bebas seperti yang terjadi dalam tari modern di Amerika Serikat. Dari buku ini diperoleh informasi tentang penggolongan tari kontemporer di Indonesia dan Amerika Serikat. Tari kontemporer di Indonesia tergolong dalam tari kreasi baru, sedangkan di Amerika Serikat tari kontemporer tergolong dalam tari modern.
Buku Filsafat Seni oleh Jakob Sumardjo tahun 2000, yang memaparkan tentang tinjauan kesenian dari beberapa sudut pandang secara keseluruhan. Pada bab 66 yang berjudul Estetika Kontemporer disebutkan salah satu pemikiran dari George Dickie mengenai seni sebagai institusi sosial, yaitu karya seni dalam pengertian klasifikasi adalah sebuah karya dalam pengertian evaluasi. Sesuatu itu disebut mengandung atau tidak mengandung nilai seni tergantung pada hak adanya suatu evaluasi nilai. Jadi, evaluasi suatu institusi dalam masyarakatlah yang memberikan status pada sebuah kesenian. Manfaat buku untuk penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan atau penilaian masyarakat pada sebuah kesenian baru yang muncul di Bali, khususnya tari kontemporer. Selanjutnya penilaian mengenai sebuah karya seni dapat ditindaklanjuti oleh seniman untuk lebih mengembangkan karya seni di masyarakat dengan berbagai konsekuensinya.
Selain buku-buku tersebut di atas, digunakan pula video rekaman tari Setan Bercanda yang ditampilkan sebagai bagian dari garapan tari Ram-Wana pada tanggal 29 April 1999, saat Pagelaran Seni Dalam Rangka Pengenalan Guru Besar Madya pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. Video ini digunakan untuk mengamati bentuk pertunjukan yang meliputi gerak, tata rias, dan tata busana yang disajikan dalam bentuk gambar sketsa.

2.2 Landasan Teori
Peranan teori sangat diperlukan dalam sebuah penelitian. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini, maka dipakai beberapa teori yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Adapun teori tersebut antara lain :
2.2.1 Teori Perubahan                     
Bronislow Malinowski menyebutkan bahwa suatu perubahan terjadi karena adanya tindakan suatu makhluk hidup yang didorong oleh suatu rangsangan atau stimulus yang menyebabkan dorongan batin pada diri makhluk hidup, yang selanjutnya dorongan batin tersebut akan menimbulkan suatu reaksi atau respon dari makhluk hidup atau organisme.[9] Teori ini akan dipakai untuk mengupas dan sebagai pijakan dalam menganalisis faktor-faktor yang memotivasi kreativitas seniman dalam menghasilkan dan mengembangkan karya-karya tari kontemporer di masyarakat. Selain itu teori ini digunakan untuk membahas mengenai reaksi atau respon sekelompok masyarakat terhadap suatu karya tari kontemporer yang baru muncul seperti tari Setan Bercanda. Respon masyarakat Bali yang masih terbiasa dengan tari tradisi masih belum begitu berminat dan memperhatikan keberadaan tari kontemporer.



2.2.2  Teori Estetika
A. A. M. Djelantik mengatakan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek dasar yaitu wujud atau rupa, bobot atau isi, dan penampilan.[10] Dengan aspek dasar estetika dimaksudkan dapat meninjau secara kongkrit keadaan dan benda kesenian yang indah. Bahwa seniman dapat mengubah atau bahkan merangkai suatu bentuk sederhana menjadi benda atau karya-karya yang indah. Teori estetika ini digunakan untuk menelaah unsur-unsur keindahan yang terkandung dalam bentuk pertunjukan tari kontemporer Setan Bercanda. Kesederhanaan yang disajikan dalam tari Setan Bercanda memiliki nilai estetika tersendiri yang khas dan unik.

2.2.3  Teori Institusi Seni
George Dickie mengatakan bahwa syarat menjadi sebuah karya seni dalam pengertian klasifikasi tidak berarti karya itu memiliki nilai aktual, artinya keputusan bahwa sebuah karya menjadi karya seni secara institusional juga mempertimbangkan latar belakang institusinya.[11] Dengan institusi seni dimaksudkan dapat meninjau penerimaan atau respon masyarakat terhadap sebuah karya seni yang muncul, sehingga sebuah karya seni tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah karya seni. Selanjutnya karya seni yang sudah diciptakan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat. Dimaksudkan pula dapat meninjau penilaian atau respon masyarakat yang subyektif terhadap pertunjukan tari kontemporer Setan Bercanda, sehingga menimbulkan polemik yang cukup ramai. Ketika tari Setan Bercanda baru diciptakan, masyarakat yang mengkritik rupanya belum mengetahui atau memahami secara mendalam mengenai jenis-jenis tari Bali, di mana tari Setan Bercanda ini terinspirasi dari tari Berutuk.

2.2.4. Pendekatan Kontekstual
Heddy Shri Ahimsa-Putra mengatakan bahwa proses-proses kreatif dalam simbolisasi ide dan perasaan ke dalam berbagai bentuk kesenian ternyata tidak dapat lepas dari konteks sosial dan budaya tempat si individu seniman berada dan dibesarkan.[12] Dengan pendekatan kontekstual, dimaksudkan dapat meninjau secara utuh mengenai keterkaitan antara kesenian dengan konteks sosial budaya di lingkungan masyarakat, sehingga sebuah kesenian menjadi lebih ”hidup” karena konteksnya. Selain itu, pendekatan kontekstual digunakan untuk membahas mengenai konteks diciptakannya tari kontemporer Setan Bercanda di tengah-tengah masyarakat Bali yang saat itu masih terbiasa dengan tari tradisi.

 
BAB III
METODE PENELITIAN



3.1  Rancangan Penelitian
Tari Setan Bercanda termasuk dalam penelitian kesenian yang ada di Bali, maka dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, karena data yang diperoleh lebih banyak berupa wawancara dan kemudian hasil wawancara tersebut disampaikan melalui pemaparan berupa kalimat yang mendetail, sehingga pembaca dapat mengerti maksud dari tulisan tersebut. Kirk dan Miller, sebagaimana yang dikutip Lexy J. Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya.[13] Secara keseluruhan penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) tahap penentuan subjek penelitian, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap analisis data, (4) tahap penyajian hasil analisis data.
 
 3.2  Tahap Penentuan Subjek Penelitian
Di dalam menentukan subjek penelitian, digunakan metode purposive sampling (Judgement Sampling). Purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti, di mana persyaratan yang dibuat secara kriteria harus dipenuhi sebagai sampel.[14] Dalam metode ini, sampel diambil dengan kriteria atau ciri-ciri khusus yang memiliki hubungan yang erat dengan kriteria atau ciri-ciri populasi.
Setelah mengamati keberadaan seni tari kontemporer di Bali yang semakin berkembang, dicari informasi mengenai asal-usul tari kontemporer di Bali. Akhirnya dipilih seni pertunjukan tari kontemporer Setan Bercanda sebagai subjek penelitian. Hal ini mengingat bahwa menurut informasi beberapa orang yang mengetahui bidang seni tari, dikatakan bahwa tari Setan Bercanda ini merupakan cikal bakal berkembangnya tari kontemporer di Bali, akan tetapi karena dilanda polemik yang berkepanjangan, maka tari tersebut tidak lagi muncul hingga saat ini.

3.3    Instrumen Penelitian
Hubungan dan komunikasi yang baik antara peneliti dan masyarakat sangat diperlukan dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.[15] Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi.
Instrumen berupa pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan rinci dan dibuat sendiri yang ditujukan kepada pencipta, informan, baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung dalam objek yang diteliti. Instrumen sumber data berupa dokumentasi video pementasan tari Setan Bercanda untuk membantu dalam pencatatan bentuk pertunjukan tari tersebut. Selain itu sumber data berupa buku, jurnal, artikel, dokumen, dan lain-lain, yang digunakan untuk menambah dan mendukung hasil wawancara dengan informan.
Pengumpulan data diperlukan persiapan yang mantap demi kelancaran proses penelitian di lapangan. Ada beberapa alat bantu yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu buku catatan yang berfungsi untuk mencatat daftar pertanyaan dan hasil wawancara dengan narasumber. Catatan ini memudahkan dalam proses menganalisis data. Selain itu digunakan pula Mp4 yang digunakan untuk merekam wawancara dengan narasumber. Mp4 membantu menyimpan semua hasil wawancara yang tidak dapat dicatat secara rinci dan detail. Alat bantu selanjutnya adalah kamera yang berfungsi untuk mendokumentasikan gambar pada saat wawancara dan menyaksikan pertunjukan tari kontemporer lain yang memberi gambaran tentang perkembangan tari kontemporer di Bali.

3.4    Tahap Pengumpulan Data
Penelitian ini melalui beberapa tahapan pengumpulan data yaitu jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan tahap pengolahan data/ analisis data. Beberapa tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
3.4.1        Jenis dan Sumber Data
Jenis data ada dua yaitu data kualitatif  dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna, sedangkan data kuantitatif adalah data-data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data kualitatif yang merupakan data-data yang diperoleh dari narasumber dan informan dan kemudian diolah berupa pemaparan secara jelas mengenai tari Setan Bercanda. Sumber data dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data yang diperoleh secara langsung dari objek, artinya objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi disebut sumber data primer, sedangkan data yang diambil dari data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial disebut sumber data sekunder.[16] Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa hasil wawancara dengan informan yang terkait dengan masalah penelitian dan  data sekunder yang merupakan buku-buku referensi, jurnal, artikel, dokumen, dan video pementasan tari Setan Bercanda.

3.4.2        Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional yang dilakukan sebagai suatu cara untuk mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam pelaksanaannya digunakan 3 (tiga) jenis teknik pengumpulan data, antara lain:
a.        Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden.[17] Agar data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan, maka sebelum terjun ke lapangan perlu adanya keuletan, mental, ketabahan, kesabaran dan penguasaan teori, karena bekal tersebut akan menambah percaya diri ketika berada di lapangan apabila terjadi segala sesuatu yang tidak diduga. Selain itu perlu diperhatikan pula saat melakukan wawancara serta harus menjaga hubungan yang baik dengan informan, sehingga data yang dihasilkan akan dapat diperoleh secara optimal. Untuk mendapatkan data, diutamakan informasi dari informan yang benar-benar mengetahui mengenai subjek yang diteliti, sehingga kualitas kemurnian data tersebut dapat terjaga. Adapun orang yang  banyak mengetahui mengenai tari Setan Bercanda adalah I Wayan Dibia selaku koreografer. Sebagai pencipta, I Wayan Dibia paling mengetahui mengenai awal mula terciptanya hingga polemik yang sempat terjadi pada tari Setan Bercanda. Selain itu juga, I Wayan Sudana, sebagai penari atau pendukung tari Setan Bercanda yang membantu dalam memberikan informasi tambahan mengenai tari Setan Bercanda. I Nyoman Sura dan Putu Gede Asra Wijaya selaku koreografer tari kontemporer yang hingga saat ini masih aktif dalam kegiatan kesenian khususnya seni tari, yang dapat membantu memberikan informasi tentang keberadaan dan perkembangan tari kontemporer saat ini.
Dalam metode wawancara ini diadakan wawancara langsung dengan narasumber dan informan yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain mengadakan wawancara langsung, dilakukan pula wawancara melalui telepon dikarenakan kesibukan informan Asra Wijaya yang tidak memungkinkan untuk ditunda. Pada hari Selasa, tanggal 14 September 2010 dilakukan penjajakan awal untuk meminta ijin meneliti tari Setan Bercanda kepada   I Wayan Dibia selaku koreografer sekaligus meminta petunjuk tentang narasumber lain yang dapat diwawancarai. Hari Rabu tanggal 20 Oktober 2010 dilakukan wawancara  mengenai latar belakang I Wayan Dibia menciptakan tari Setan Bercanda. Pada hari Rabu tanggal 10 Nopember 2010 dilakukan wawancara mengenai struktur pertunjukan tari Setan Bercanda. Selanjutnya pada hari Sabtu tanggal 15 Januari 2011 dilakukan wawancara mengenai polemik yang terjadi pada tari Setan Bercanda. pada hari Selasa tanggal 1 Mei 2012 dilakukan wawancara melalui telepon dengan Asra Wijaya mengenai peminat dan respon masyarakat atau penonton saat menyaksikan tari kontemporer pada masa sekarang. Pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2012, dilakukan wawancara mengenai eksistensi antara tari kontemporer dan tari tradisi belakangan ini. Pada hari Minggu tanggal 27 Mei 2012 kembali dilakukan wawancara dengan I Wayan Dibia di rumahnya untuk melengkapi kekurangan pada bentuk pertunjukan tari Setan Bercanda. Pada hari Senin tanggal 4 Juni 2012 dilakukan wawancara dengan I Nyoman Sura mengenai keberadaan dan perkembangan tari kontemporer saat ini.
b.        Teknik Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk menentukan tindakan yang akan diambil sebagai langkah penting dalam kegiatan ilmiah.[18] Buku-buku penunjang yang digunakan sebagai bahan bacaan akan sangat memberikan informasi secara langsung pada kerangka penelitian. Data yang telah diperoleh melalui wawancara juga dilengkapi dengan bahan-bahan buku bacaan, jurnal, artikel pada surat kabar, dan lain-lain. Buku-buku yang menjelaskan tentang tari kontemporer didapatkan di Perpustakaan ISI Denpasar, Perpustakaan ISI Surakarta, dokumen I Wayan Dibia, dan beberapa dari buku-buku yang dipinjamkan oleh dosen-dosen ISI Denpasar, serta teman-teman mahasiswa alumni ISI Denpasar. Melalui data-data tersebut, kemudian dipilih dan dipilah, serta dikumpulkan, sehingga mendapatkan data-data yang akurat, valid, dan sesuai dengan objek yang diteliti.
c.         Teknik Dokumentasi
Studi dokumentasi yang berarti suatu cara untuk memperoleh banyak dokumen sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.[19] Dalam mengumpulkan data tentang tari Setan Bercanda di rumah I Wayan Dibia, pada hari Rabu tanggal 22 September 2010 dilakukan peminjaman dokumen pribadi yang terdiri dari artikel, kliping, buku dan bacaan tentang tari kontemporer. Kemudian pada hari Selasa tanggal 3 Januari 2012 bertempat di ISI Denpasar meminta salah satu video pertunjukan Tari Setan Bercanda yang dipentaskan pada tanggal 29 April 1999, pada saat Pagelaran Seni Dalam Rangka Pengenalan Guru Besar Madya pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. Sehubungan dengan pertunjukan tari Setan Bercanda yang tidak dipentaskan lagi, maka gambar disajikan sesuai dengan gerak tari dalam video melalui gambar sketsa. Selain itu didapat pula artikel dari surat kabar tahun 1970-an yang telah dikumpulkan didapat dari koleksi pribadi I Wayan Dibia.

3.5 Tahap Analisis Data
Setelah diadakan pengumpulan data, selanjutnya data tersebut diseleksi dan diolah serta disusun sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam deskriptif kualitatif yaitu dalam bentuk kata-kata dan disusun sesuai dengan ketentuan penulisan ilmiah yang benar. Penyajian analisis data, mengacu pada buku pedoman Tugas Akhir Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar tahun 2009. Hasil penelitian ini disajikan dalam 5 bab, yaitu:
·         BAB I: Pendahuluan, berisi pemaparan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
·         BAB II: Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, Tinjauan Pustaka berisi beberapa sumber buku yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Landasan Teori berisi teori-teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
·         BAB III: Metode Penelitian, berisi rancangan penelitian, tahap penentuan subjek penelitian, instrumen penelitian, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis data.
·         BAB IV: Pembahasan berupa uraian pernyataan tentang tari Setan Bercanda sebagai awal tari kontemporer di Bali. Uraian yang  jelas dan detail tersebut meliputi awal mula terciptanya, bentuk pertunjukan, dan penyebab munculnya polemik tari Setan Bercanda.
·         BAB V: Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.         
Sebagaimana lazimnya sebuah karya tulis ilmiah, skripsi ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka, gambar-gambar, dan lampiran yang dianggap perlu.


BAB IV



SETAN BERCANDA SEBUAH KARYA SENI PADA AWAL PERKEMBANGAN TARI KONTEMPORER DI BALI




4.1    Awal Mula Munculnya Tari Kontemporer Setan Bercanda
Seni merupakan salah satu topik bahasan yang menarik untuk diperbincangkan, karena seni memiliki makna yang kompleks, sehingga kebanyakan orang dapat mengartikan pengertian seni menurut hasil analisis mereka yang cenderung pada keindahan. Istilah kontemporer sudah sering diperbincangkan dalam dunia seni tari Indonesia, namun sementara itu arti dan definisinya belum begitu dipahami, akibatnya pengertian tari kontemporer hanya digunakan sebagai bahasa intelektual yang sedang populer. Arti sederhana dari istilah kontemporer yaitu tari modern, atau suatu bentuk tari yang sudah lepas dari pakem-pakem tari tradisi. Meskipun pengertian singkat dan sederhana tersebut sudah cukup mewakili makna kontemporer, namun perlu juga dilakukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai arti tari kontemporer, agar benar-benar dipahami secara jelas. Sebelum membahas mengenai arti kata kontemporer, berikut akan dijelaskan dengan gambar mengenai batasan kontemporer.
visual_kontemporer.jpg
Gambar 1
Skema batasan kata kontemporer. [20]

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa kontemporer merupakan  masa, waktu yang bersifat kekinian dan juga suatu temuan baru yang bersifat modern dan mutakhir. Istilah “kontemporer” merupakan kata serapan dari bahasa asing (Inggris), contemporer, contemporary, yang berakar dari bahasa latin contemporrius: com +  tempus, tempor (time) + rius (ary). Istilah ini dapat diartikan sebagai kehidupan, kejadian atau keadaan pada waktu yang sama, selain dapat juga diartikan sebaya atau juga masa kini (dengan kandungan pengertian characteristic of present maupun belong to the present time).[21] Jadi istilah kontemporer dalam bidang tari dapat pula diartikan bahwa lebih berhubungan dengan batasan atau kurun waktu, artinya tari apapun yang diciptakan pada zamannya, baik untuk pertunjukan seni maupun hiburan semata. Tari tradisi di Bali dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.      Tari wali sebagai tari sakral yang ditarikan dalam rangkaian upacara.
2.      Tari bebali tari untuk upacara keagamaan yang ditarikan di jaba pura.
3.      Tari balih-balihan yang merupakan tari tontonan atau hiburan.[22]
Dari ketiga penggolongan di atas, tari kontemporer termasuk di dalam tari balih-balihan.
Semakin banyak pertunjukan seni “kreatif” yang bermunculan, semakin banyak pula kritikus seni yang mencoba berkomentar sebagai masukan atau bahkan bahan pertimbangan, hal ini dimaksudkan untuk mendorong perkembangan pertunjukan seni tari di Bali. Peristiwa-peristiwa kesenian sering menampilkan tari-tari baru yang bernuansa tradisi dari seluruh penjuru Bali, namun tidak jarang pula kesenian yang ditampilkan adalah tari modern atau kontemporer yang merupakan suatu bukti bahwa perkembangan dunia tari dewasa ini cukup menggembirakan. Selain itu hal tersebut juga didorong dengan adanya keinginan masyarakat seniman untuk lebih memajukan dan memperkaya serta mengembangkan pertunjukan seni tari di Bali. Munculnya suatu bentuk seni baru adalah sebagai akibat dari adanya proses perkembangan kesenian. Selain itu, diciptakannya seni-seni kreasi baru adalah suatu bukti bahwa para seniman ingin mengabdikan diri serta menyumbangkan sesuatu terhadap dunia seni yang mereka cintai. Para koreografer mengungkapkan hasil ekspresi yang telah diolah dan ditata sedemikian rupa ke dalam wujud pertunjukan seni tari, baik tari tradisi maupun kontemporer.
Manusia dikaruniai kepekaan rasa keindahan dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk mengekspresikan melalui bidang-bidang yang sesuai. Manusia motorik ke seni gerak, manusia visual ke seni rupa, manusia yang vocabulair ke seni sastra, dan lain-lain. [23] Sesuai dengan bidang-bidang yang ditekuni, manusia dapat mengungkapkan daya kreativitasnya. Anggapan klasik daya kreativitas muncul dari adanya bakat seni, namun bakat bukan satu-satunya faktor penentu karena bakat merupakan pembawaan sejak lahir.[24] Seorang seniman dapat menciptakan variasi-variasi baru tanpa mengubah prinsip kesenian yang telah terkandung di dalamnya. Proses kreativitas  tidak harus melakukan penambahan pada ukuran, gerak, dan proporsinya, karena hanya dengan susunan yang lebih sederhana pun, maksud dan makna dari sebuah karya tersebut dapat dimengerti oleh penikmat seni. Hal ini disebabkan oleh penuangan dalam ekspresi yang penekanannya lebih kuat. Ekspresi yang bersifat universal dapat memberikan pengertian atau makna secara langsung kepada seniman yang baru pertama kali menyaksikan atau bahkan orang yang masih awam di bidang seni tari.
Ada banyak faktor pendorong yang menjadi motivasi untuk menciptakan tarian. Ada tari yang terstimulasi karena alasan agama (tari persembahan), ekonomi (komersial, memenuhi selera pasar), desakan orang lain (pesanan), pengabdian masyarakat, karier (ciptaan profesional), dan sebagainya.[25] Latar belakang kehidupan pribadi manusia mendasari karya cipta seorang koreografer, contohnya seperti Martha Graham dengan ciri khas keabstrakannya, karena berasal dari lingkungan keluarga dokter, maka teknik tarinya mendasar pada esensi gerak otot, ialah prinsip “relax-tension”.[26] Hal serupa dialami pula oleh      I Wayan Dibia, seorang seniman yang profesional di bidang seni tari. Selain sebagai seorang seniman,  I Wayan Dibia juga salah satu Guru Besar di ISI Denpasar. Karier gemilang yang telah dimiliki tersebut tidak dengan mudah didapatkannya, segala tantangan dalam kehidupan telah dialaminya, baik dalam berkesenian maupun dalam perjuangannya meniti karier di bidang tari, hal ini dapat dilihat dari beberapa karya tari yang telah diciptakannya sejak tahun 1972. Eksperimen dengan elemen-elemen seni budaya tradisional Bali pun dilakukan untuk menghasilkan karya-karya baru, baik tari tradisi maupun kontemporer. Sejumlah karya tari yang telah dihasilkan sebelum menciptakan tari Setan Bercanda (sebelum tahun 1978) antara lain :
1.      Fragmen Tari Subali-Sugriwa
2.      Dramatari Cak Kreasi Baru Dasarata Gugur
3.      Drama dan Tari Gatutkaca
4.      Tari Kontemporer Wabah
5.      Tari modern Matahari Terbit
6.       Sendratari Sampik Ingtai
7.      Dramatari Barong Calonarang
8.      Dramatari Kontemporer Sakuntala
Terciptanya tari Setan Bercanda berawal dari keinginan I Wayan Dibia untuk menciptakan tari kontemporer selain tari tradisi di Bali, karena sebelum menciptakan tari Setan Bercanda, di Yogyakarta pada tahun 1973, telah menciptakan tari kontemporer yang berjudul “Wabah”.[27] Tari Wabah diciptakan dalam rangka tugas kelas, pada saat mengikuti program pendidikan setara Strata I (S1), untuk memperoleh gelar Sarjana Tari (SST) di Yogyakarta. Setelah tamat pada tahun 1974, kemudian diangkat menjadi Dosen ASTI/ STSI Denpasar. Pada tahun 1978 timbul keinginan menciptakan tari kontemporer seperti halnya tari Wabah ketika berada di Yogyakarta. Tari kontemporer yang diciptakannya tersebut diberi nama Setan Bercanda, dengan melalui proses penggarapan selama satu bulan. Nama Setan Bercanda dipilih untuk karya tari kontemporer pertamanya di Bali, karena pada waktu itu beliau ingin mengungkapkan gambaran setan-setan yang sedang bercanda melalui media gerak tari. Kehidupan kesenian yang ada di sekitar tempat tinggalnya (Singapadu) pun menjadi inspirasi dalam karyanya, salah satu inspirasi beliau adalah tari Calonarang yang sering dipertunjukkan di pemakaman atau perempatan jalan (dua daerah yang diyakini sangat angker). Salah satu tempat pertunjukan  tari Calonarang adalah sebuah kalangan yang ditata di pusat persimpangan, di mana para bhuta dan leak bertemu dan melintas.[28] Selain itu, terinspirasi pula dari Tari Berutuk di Trunyan dan Tari Baris Ketujeng di Tabanan yang bernuansa seram dan ditarikan pada upacara kematian. Dari nuansa seram itulah, muncul gagasan untuk menciptakan tari kontemporer Setan Bercanda yang memiliki nuansa seram pula.

4.2    Bentuk Pertunjukan Tari Setan Bercanda
Untuk mendapatkan komunikasi yang baik dan lembut, dituntut kecakapan yang lebih tinggi dari si penari.[29] Melalui sebuah pertunjukan tari, penonton  dapat menilai kemampuan penari pada saat membawakan karakter dalam perannya dengan tepat. Tari dapat menimbulkan kepuasan pada mata, telinga, otak, dan hati para penontonnya. Sal Murgiyanto menjelaskan bahwa seorang penari dapat kelihatan menarik di atas pentas karena adanya beberapa unsur, yaitu sebagai berikut.
1.      Kostum yang hebat.
2.      Cara bergeraknya yang indah.
3.      Penampilan pribadinya yang mengesankan.
4.      Kepekaan yang tinggi terhadap musik dan ritme.
5.      Ide tari yang baik berhasil dikoreografikan secara tepat, serta
6.      Demikian langsung menggugah emosi penonton sehingga kekurangan-kekurangannya pun terlupakan.[30]
Hal yang menarik dalam garapan tari Setan Bercanda adalah pertunjukan yang sederhana namun tetap memiliki keunikan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari kostum dan gerakan yang sesuai dengan tema yang menyeramkan. Meskipun dalam karya ini I Wayan Dibia memberikan 2 sampai 3 materi gerak yang baku, dan selebihnya improvisasi dari para penari, sudah dapat menggambarkan inti cerita, yaitu segerombolan setan yang sedang bercanda. Inspirasi gerak dan kostum yang berasal dari tari Berutuk di Desa Trunyan dan bersifat magis, mampu menggugah emosi masyarakat, sehingga “perhatian” masyarakat tersebut dituangkan dalam kritik yang pedas melalui media massa.
Djelantik mengungkapkan tiga aspek dasar yang terkandung dalam sebuah benda atau peristiwa kesenian, yaitu wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content, subtance), penampilan (presentation). Dalam kesenian, wujud dapat terlihat oleh mata maupun dapat didengar oleh telinga. Wujud tersebut dapat dianalisis dengan cara membahas dari segi struktur maupun susunan wujud itu sendiri, sehingga dalam konsep wujud tersebut terdiri dari bentuk (form) atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur (structure). Bobot tidak hanya merupakan benda atau peristiwa yang dapat dilihat, bahkan sesuatu yang dapat dirasakan atau dihayati sebagai makna wujud kesenian tersebut, yang memuat tiga aspek dasar yaitu suasana (mood), gagasan (idea), ibarat atau pesan (message). Penampilan merupakan tatacara sebuah peristiwa kesenian yang disajikan atau ditampilkan kepada penikmatnya dan dalam penampilan kesenian terdapat tiga unsur penting yang sangat berperan yaitu, bakat (talent), ketrampilan (skill), sarana atau media.[31]
Berdasarkan dengan teori di atas bahwa tari Setan Bercanda termasuk dalam bentuk pertunjukan tarian kelompok yang ditarikan oleh penari pria dewasa yang berjumlah 5 sampai 7 orang bahkan lebih. Jumlah penari yang tidak tetap disebabkan oleh pertimbangan I Wayan Dibia yang selalu menyesuaikan ukuran tempat pementasan. Bila tempat pementasan kecil, hanya digunakan penari minimal 5 orang, tetapi apabila tempat pementasannya lebih luas penari yang digunakan sebanyak 7 sampai 11 orang penari. Jumlah penari yang selalu ganjil dimaksudkan untuk keperluan pada salah satu adegan pertunjukan, dimana ada satu penari yang akan diangkat.[32] Pada pementasan pertama, tari Setan Bercanda ditarikan oleh 5 orang penari laki-laki dewasa, yang merupakan teman-teman I Wayan Dibia. Penari-penari tersebut yaitu:  
1.      I Nyoman Catra
2.      I Wayan Sudana
3.      I Gde Sukraka
4.      I Ketut Sumantra
5.      I Ketut Arcana
Dalam menggarap tari, tema dapat berasal dari kejadian sehari-hari, pengalaman hidup, sifat binatang, cerita rakyat, cerita kepahlawanan, legenda, upacara agama dan lain-lain.[33]  Dengan demikian tema haruslah merupakan sesuatu yang lazim bagi semua orang, sehingga maksud yang tersampaikan oleh sebuah pertunjukan tari dapat dimengerti oleh penikmatnya. Tari Setan Bercanda merupakan sebuah garapan tari kontemporer yang terinspirasi dari cerita dramatari Calonarang. Suasana angker yang tercipta dalam pertunjukan dramatari Calonarang memberikan kesan tersendiri bagi I Wayan Dibia. Tari Setan Bercanda tidak memiliki alur cerita yang rinci, akan tetapi memiliki tema yang menggambarkan tentang permainan setan yang sedang bercanda sambil menari-nari kegirangan dan berebut mangsa.[34]

4.2.1        Struktur Pertunjukan Tari Setan Bercanda
Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat suatu pengorganisasian, penataan; ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu.[35] Dikatakan pula oleh A.A.M. Djelantik bahwa tiga unsur estetik mendasar dalam struktur yang terkandung dalam setiap karya seni adalah :
1.      Keutuhan atau kebersatuan (unity);
2.      Penonjolan atau penekanan (dominance);
3.      Keseimbangan (balance).
Karya seni akan terlihat menarik apabila memiliki keanekaragaman yang bervariasi. Akan tetapi bila variasi terlalu berlebihan, maka akan mengganggu rasa keutuhan karya seni dan mutu estetik akan berkurang.[36] Begitu pula pada rangkaian pertunjukan tari Setan Bercanda merupakan suatu keutuhan yang sederhana. Karya I Wayan Dibia memiliki variasi dalam pola lantai dan gerak yang masih berpijak pada gerak tari tradisi Bali. Meskipun demikian, I Wayan Dibia dapat mengembangkannya menjadi sebuah tari kontemporer yang bernuansa menyeramkan.
Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni sesuatu hal tertentu, yang dipandang penting daripada hal-hal yang lain.[37] Hal yang menonjol pada tari Setan Bercanda ini adalah kostum dan gerakan yang menyeramkan, sehingga menimbulkan respon atau reaksi dari masyarakat sehingga menimbulkan polemik di media.
Keseimbangan memang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi keseimbangan tidak selalu simetris, karena dalam komposisi tarian pun dapat menggunakan asimetric balance (keseimbangan yang tidak simetris).[38] Garapan tari Setan Bercanda termasuk dalam tari kelompok, oleh karena itu pola lantai yang sering terbentuk adalah pola lingkaran, karena pola lantai bentuk lingkaran adalah pola lantai yang netral dan kuat.
Pertunjukan ini menggambarkan tentang gerak-gerik atau permainan setan-setan gentayangan. Gerakannya kebanyakan loncat-loncat dan berlari-lari, karena pada tari ini tidak ada gerakan baku dan penari lebih banyak  berimprovisasi. Pada musim wabah saat sedang bercanda di pertigaan atau perempatan jalan, yang dipercaya sebagai tempat angker, suatu ketika setan-setan tersebut menemukan mayat yang akan diperebutkan.
Berhubung tari ini sudah tidak dipentaskan kembali, untuk penyajian gambar gerakan tari Setan Bercanda dibantu oleh I Kadek Yudiarta dan I Putu Saliawan melalui gambar sketsa, karena apabila foto diambil dari video, hasilnya gelap dan kurang sempurna.
Berdasarkan rekaman tari Setan Bercanda yang ditampilkan sebagai bagian dari garapan tari Ram-Wana (karya I Wayan Dibia untuk Pengukuhan Guru Besarnya di STSI Denpasar pada tahun 1999), koreografi tari Setan Bercanda dapat diuraikan sebagai berikut.

  Babak I
  1. Penari memasuki panggung dan mengucapkan vokal “dangka déngké basang gedé nasné koplar” dengan gerakan melangkah ke depan dimulai dari kaki kiri, kemudian néngkléng. Arah hadap serong kanan depan, posisi badan membungkuk dan gerakan serempak.








 




Gambar 2                                                        Gambar 3
Pola lantai saat penari memasuki                            Pola lantai saat penari berada
panggung dari pojok kiri belakanga stage                  di pojok kanan depan stage

Gambar 4
Pola gerak penari pada saat on stage

  1. Broken (gerakan dan posisi saling berbeda)
Berlari sambil meloncat-loncat dengan posisi badan membungkuk membentuk pola lantai lingkaran besar.
Gambar 5
Pola gerak penari saat membentuk pola lantai lingkaran besar.



 





Gambar 6
Pola lantai lingkaran besar setelah broken


  1. Perlahan melakukan gerakan melangkah ke depan dimulai dari kaki kiri, kemudian néngkléng posisi badan membungkuk dan gerakan secara serempak dan menuju ke pusat lingkaran.
Dalam perpindahan posisi selalu menggunakan gerakan yang sama.
Gambar 7
Pola gerak penari saat menuju ke pusat lingkaran



 






Gambar 8
Pola lantai penari menuju ke centre stage
  1. Setelah membentuk lingkaran kecil di centre stage, melakukan gerakan nyrégség searah jarum jam, tempo cepat, dan gerakan serempak.
Gambar 9
Pola gerak penari saat melakukan gerak nyrégség


 




Gambar 10
Pola lantai penari di centre stage
Searah jarum jam

  1. Para penari melakukan bersila dan diteruskan menjatuhkan badan ke belakang sehingga menjadi posisi tidur, kaki dan tangan digetarkan ke atas.


Gambar 11
Pola gerak saat bersila akan menjatuhkan badan ke belakang
Gambar 12
Pola gerak penari saat posisi tidur


 





Gambar 13
Pola lantai penari saat melakukan gerakan
menjatuhkan badan ke belakang


  1. Perlahan berdiri lalu nyrégség searah jarum jam sambil membalik menghadap keluar lingkaran.
Gambar 14
Pola gerak saat membalik menghadap ke luar lingkaran


 





Gambar 15
Pola lantai saat penari menghadap ke luar lingkaran (saling membelakangi)
 di centre stage


  1. Dilanjutkan dengan gerakan ngelayak, kemudian berlari saling manjauh sehingga membentuk posisi lantai lingkaran besar.
Gambar 16
Pola gerak penari ngelayak pada saat akan
membentuk pola lantai lingkaran besar



 






Gambar 17
Pola lantai pada saat membentuk lingkaran besar

BABAK II
  1. Para penari melakukan gerakan nyléog sambil mengucapkan vokal.
Gambar 18
Pola gerak nyléog saat membentuk pola lantai lingkaran besar






 





Gambar 19
Pola lantai penari saat membentuk lingkaran besar


  1. Gerakan selanjutnya berlari sambil loncat mengarah ke pusat lingkaran dan setelah sampai, berhenti membentuk lingkaran kecil dengan gerakan menungging.
Gambar 20
Pola gerak saat penari sampai di centre stage








 








Gambar 21
Pola lantai saat penari akan menuju ke centre stage


Gambar 22
Pola lantai saat penari di centre stage




  1. Gerakan berbalik mengarah ke luar lingkaran dan dilanjutkan gerakan nyléog.
Gambar 23
Pola gerak saat menghadap ke luar lingkaran




 





Gambar 24
Pola lantai saat penari berada di centre stage

  1. Kemudian berlari sambil meloncat menjauhi lingkaran, berhenti lagi dengan gerakan menungging sehingga membentuk pola lantai lingkaran besar. Kemudian melakukan gerakan cak disertai vokal dengan arah hadap ke luar lingkaran.
Gambar 25
Pola gerak saat sudah membentuk pola lantai lingkaran besar
(sketch: Yudiarta)



Gambar 26
Pola gerak penari dengan gerakan cak


Gambar 27
Pola gerak penari dengan gerakan cak




 





Gambar 28
Pola lantai saat membentuk lingkaran besar dan
menghadap ke luar lingkaran

  1. Dilanjutkan berbalik dan berjalan mendekati pusat lingkaran seolah menemukan sesuatu yang menyenangkan lalu diperebutkan sambil berteriak-teriak. 
Gambar 29
Pola gerak penari saat menemukan sesuatu yang menyenangkan



 





Gambar 30
Pola lantai saat penari berada di centre stage

  1. Setelah mendengar suara tawa, perhatian para penari tertuju kepada selembar kain putih (simbol mayat) yang berada di samping kiri stage. Mereka segera berlari mendekati kain dan saling berebut untuk dibawa ke centre stage.



Gambar 31
Pola gerak saat penari mendengar suara tawa, dan perhatiannya tertuju pada
kain putih



Gambar 32
Pola gerak penari saat berebut
kain putih









 





Gambar 33                                                      Gambar 34
Pola lantai saat penari menemukan                  Pola lantai saat penari berebut kain      kain putih di samping kiri stage                         putih dan dibawa ke centre stage

BABAK III
  1. Setelah mendengar suara kulkul, para penari melepaskan kain  putih dan melakukan gerakan saling berbeda, dilanjutkan menari-nari kegirangan dengan gerakan-gerakan lucu seperti: ngégol, menggeleng-gelengkan kepala, dan saling merespon antara penari satu dengan penari lainnya.
Gambar 35
Pola gerak penari saat melepaskan kain


Gambar 36
pola gerak saat gerakan saling berbeda



 





Gambar 37
Pola lantai saat penari melakukan gerakan saling berbeda (broken)

  1. Kemudian salah satu penari mengambil dan menarikan kain putih lagi, sedangkan penari yang lain berteriak kesakitan sambil berloncat-loncat dan berguling-guling.
Gambar 38
Pola gerak saat salah satu penari mengambil kain putih sedangkan penari lain melakukan gerak lucu



 




Gambar 39
Pola lantai saat salah satu penari mengambil kain putih

  1. Perlahan-lahan semua penari yang kesakitan, mulai menari lagi dengan gerakan saling berbeda yang lucu. Ada pula yang bercanda satu sama lain, sedangkan kain diabaikan, kemudian membentuk pola lantai di pojok kiri belakang panggung.
Gambar 40
Pola gerak penari saat melepaskan kain










 





     Gambar 41
            Pola lantai saat penari broken

Gambar 42
Pola lantai saat penari berada di pojok kiri belakang stage


  1. Pada bagian akhir pertunjukan setelah mendengar suara kulkul, para penari mengambil kain putih sambil berteriak dan membawanya ke luar panggung.

Gambar 43
Pola gerak saat penari berebut kain putih dan out stage



 







Gambar 44
Pola lantai saat penari out stage
4.2.2        Tata Rias Wajah dan Tata Busana
Tata rias dan tata busana merupakan dua serangkai yang tidak dapat dipisahkan dalam penyajian suatu garapan tari. Seorang penata tari perlu memikirkan dengan cermat dan teliti mengenai tata rias dan tata busana yang tepat, agar dapat memperjelas dan menyesuaikan dengan tema yang disajikan kepada penonton. Untuk itu, dalam memilih desain pakaian dan warna pada tata busana membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang matang karena tata busana berfungsi untuk memperjelas peran pada tema cerita. Dalam karyanya kali ini, I Wayan Dibia mengedepankan kesederhanaan, hal ini pun dapat dilihat dari tata rias dan tata busananya.
1.        Tata Rias Wajah
Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan peranan, diperlukan pengetahuan tentang berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe dan watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula pemahaman tentang pengetahuan anatomi manusia dari berbagai usia, watak dan karakter manusia, serta untuk seni pertunjukan tari dibutuhkan pengetahuan tentang karakter dan tokoh pewayangan.[39]
Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan untuk menggambarkan, mempercantik penampilan, mendukung ekspresi wajah para penari, dan menentukan watak yang dibawakan di atas pentas. Pada garapan tari kontemporer tidak ada pakem yang mengikat, baik pada tata rias, busana, maupun gerak. Dalam karya tari ini, pemakaian tata rias wajah disesuaikan dengan karakter tari, dan antara penari satu dengan yang lainnya dibuat sama, dan sangat sederhana, yaitu pada bagian sekitar mata, dilukiskan warna hitam dengan menggunakan pensil alis dan bedak putih di seluruh wajah. Pada garapan ini tidak begitu menonjolkan tata rias, karena lingkaran berwarna hitam di sekitar mata dan warna putih pada wajah yang didukung dengan penerangan redup sudah dapat memberi karakter dan suasana yang seram.
Gambar 45
Tata Rias Wajah Tari Setan Bercanda

2.        Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung yang berfungsi untuk menutupi organ tubuh penari. Adapun tata busana yang digunakan dalam tari Setan Bercanda adalah sebagai berikut.
1.           Hiasan kepala menggunakan kraras atau bunbunan yang disuwir-suwir, sehingga menyerupai rumbai-rumbai dan diikatkan pada kepala.
Gambar 46
Hiasan Kepala Penari Tari Setan Bercanda

2.           Kalung yang terbuat dari kraras atau bunbunan pula yang sama fungsinya seperti badong. Selain itu, hiasan pada leher juga menggunakan kalung dari bahan rantai (ring) yang dirangkai sehingga terjuntai agak panjang dari badong.
Gambar 47
Accessories pada leher penari berupa kraras dan rantai
3.           Gelang Kana yang terbuat dari kraras atau bunbunan yang dipakai pada kedua pergelangan tangan dan kedua lengan.
Gambar 48
Gelang kana yang terbuat dari kraras

4.           Pada hiasan pinggang digunakan pula kraras atau bunbunan yang diikatkan melingkari pinggang dan terjuntai seperti rumbai-rumbai sepanjang paha. Berfungsi sebagai ampok-ampok.
Gambar 49
Ampok-ampok dari kraras

5.           Kain poleng yang dililitkan di sekitar pinggang dan paha sehingga membentuk busana buletan.
Gambar 50
Kain Poleng bentuk buletan

6.           Gelang kaki yang terbuat dari kraras atau bunbunan untuk di pergelangan kaki.
Gambar 51
Gelang pada pergelangan kaki dari kraras




3.         Properti
Selain tata busana, digunakan pula properti kain putih (simbol mayat) dengan panjang lebih dari 4 meter dengan tujuan agar saat salah satu penari pembawa kain yang sedang diangkat, kain tersebut mencapai ke lantai.
Tata rias dan tata busana tari ini terinspirasi dari tari Berutuk yang hampir seluruh tubuh penari ditutupi oleh kraras atau bunbunan.
Alasan menggunakan kraras atau bunbunan pada tata busana tersebut, karena ingin memunculkan kesederhanaan dan karakter setan yang menyeramkan, yang pada umumnya hanya berada di semak-semak atau hutan.

4.2.3        Tempat Pementasan dan Tata Cahaya
Tempat pementasan tari kontemporer berbeda dengan tempat pementasan tari wali yang dipentaskan di Jeroan pura, tari bebali yang dipentaskan di jaba tengah pura, dan tari balih-balihan yang dipentaskan di luar lingkungan pura atau untuk tontonan umum. Tari kontemporer biasanya dipertunjukan di stage atau kalangan yang sifatnya terbuka untuk umum dan disesuaikan dengan tema tari tersebut. Tari Setan Bercanda ini dipertunjukan di tempat-tempat yang biasa untuk diadakan sebuah pertunjukan seni, baik di panggung maupun di kalangan. Sejak diciptakan, tari ini sudah beberapa kali dipentaskan di berbagai tempat di Bali, antara lain:
a.    Salah satu stasiun Televisi (TVRI) Bali atas permintaan pihak TVRI untuk mengisi salah satu program acara Bhineka Tunggal Ika pada tanggal 6 November 1978.
b.      Sanggar Tari Waturenggong dalam rangka Hari Ulang Tahun sanggar tersebut pada tahun 1979.
c.       Taman Budaya (Arts Centre) provinsi Bali dalam rangka pertemuan pada tahun 1979.
d.      Sekolah Tinggi Seni Indonesia (ISI) Denpasar dalam rangka pengukuhan Guru Besar Madya I Wayan Dibia, pada tahun 1999 yang dipentaskan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.
Pada tempat pertunjukannya, tidak menggunakan setting panggung apapun, hanya saja menggunakan obor yang berfungsi sebagai penerangan, karena sinar redup yang dihasilkan oleh obor dapat memberikan suasana yang angker. Apabila pementasan dilakukan di stage yang dilengkapi dengan tata cahaya, maka digunakan tata cahaya dengan intensitas yang redup.

4.2.4        Musik Iringan Tari
Sal Murgiyanto menjelaskan bahwa secara tradisional, musik dan tari memang erat sekali hubungannya satu sama lain. Dalam bentuknya yang paling awal, suara-suara pengiring tari tersebut dihasilkan sekaligus oleh gerakan, yang dinamakan iringan internal. Iringan semacam ini adakalanya dilakukan pula dengan teriakan-teriakan, nyanyian atau pukulan gendang (atau instrumen musik lainnya) yang dibawa sambil menari. Dalam pertunjukan tari kontemporer Setan Bercanda menggunakan musik internal yang lebih dominan dihasilkan dari vokal si penari. Vokal yang diucapkan oleh penari antara lain:
1.      Dangka déngké
Basang gedé
Nasné koplar
Syair tersebut merupakan penggambaran setan atau raksasa yang berwujud perut besar dengan kepala botak, serta berjalan sambil loncat-loncat.
Selain vokal yang mendominasi musik iringan tari ini, didukung pula dengan beberapa alat musik yang terinspirasi dari musik téktékan dan kepyak. Alat musik tersebut terdiri dari alat-alat yang sederhana, yaitu:
1.      Kulkul
2.      Dua (2) buah batu
3.      Kepyak
4.      Dua (2) buah angklung
Simplicity is beautiful (kesederhanaan itu indah) adalah sebuah prinsip yang sering diterapkan I Wayan Dibia dalam karya-karyanya.  Oleh sebab itu, keseluruhan bentuk pertunjukan tari Setan Bercanda mengedepankan kesederhanaan, karena kesederhanaan dapat memberikan ruang, baik bagi pendukung tari maupun bagi penikmatnya.[40]
Kesederhanaan dalam pertunjukan seni tari biasanya dapat dijumpai pada tari kontemporer, karena sifat tari kontemporer yang tidak terikat oleh pakem atau aturan-aturan yang sudah ada. Sedangkan pada pertunjukan tari tradisi di Bali, biasanya lebih mewah, dan meriah, karena tari tradisi Bali merupakan daya tarik bagi wisatawan di Pulau Dewata.

4.3              Penyebab Kemunculan Polemik Tari Setan Bercanda
Kesenian adalah kegiatan yang bersifat ke luar, artinya kesenian menuntut atau mengharapkan tanggapan dari orang lain.[41] Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa komunikasi tari yang baik dan lembut tergantung pada sikap estetis penontonnya,     karena tari akan dapat secara langsung memberikan efek pada semua indera para penikmatnya. Saat menyaksikan sebuah pertunjukan tari, penonton yang berasal dari berbagai latar belakang menanti-nantikan suatu bentuk tari yang akan dapat memberikan inspirasi, dan bukan tari yang “mengejutkan” (yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya). Plato menyatakan bahwa: waktu adalah gambaran keabadian yang bergerak. Waktu adalah sari dari kehidupan kita sehari-hari yang dapat serta merta dituangkan ke dalam karya tari yang berkualitas.[42] Mengingat sifat “kesesaatan” sebuah tari, maka sebaiknya seorang penonton tari hadir dalam kondisi yang siap.[43] Terlebih dalam menyaksikan sebuah pertunjukan tari yang “baru” dan belum pernah ada sebelumnya, seperti tari Setan Bercanda yang mengawali berkembangnya tari kontemporer di Bali.
Tari Setan Bercanda merupakan tari kontemporer pertama di Bali karena tahun 1970-an belum ada seniman yang menciptakan tari kontemporer di Bali. Sejarah pembaruan seni selalu diawali dengan caci maki,[44] Sebagai tari “baru”, tari ini sempat menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat selama 1 (satu) bulan, hal ini disebabkan oleh kurang memahami dan belum terbiasanya masyarakat menyaksikan tari kontemporer.
Sekian lama I Wayan Dibia menekuni bidang seni merupakan suatu bukti bahwa begitu cintanya terhadap kesenian, khususnya seni tari, sehingga berbagai macam cacian, kritik, serta cemoohan bahkan hingga terjadi polemik di media, tidak dapat menghentikan kreativitasnya untuk terus menciptakan karya-karya tari baru.
Polemik tersebut berawal dari masyarakat yang menyaksikan tari Setan Bercanda di stasiun Televisi Denpasar saat mengisi siaran Bhineka Tunggal Ika pada 6 November 1978. Berbagai macam kritik dan cemoohan dilayangkan kepada I Wayan Dibia melalui surat kabar Bali Post, antara lain dari seseorang yang alamat dan data dirinya dirahasiakan oleh redaksi Bali Post, bahwa tarian ini seperti tarian manusia-manusia yang belum mengenal peradaban yang hidup beberapa ratus tahun yang lalu, dilihat dari cara berpakaian, gerak tari, dan tabuhnya. Selanjutnya kritik datang dari seorang pegawai kantor Keuangan di Renon, Denpasar yang bernama Gde Soeka B.A. Menurut Gde Soeka tata rias tari Setan Bercanda seperti tarian daerah Irian Jaya atau Suku Dayak Kenyah, dikatakan pula bahwa gerakan tari ini seperti penggambaran tingkah laku para setan yang menurut beliau sendiri belum pernah melihat setan, dikatakan saat penari berebut kain putih, suaranya persis seperti “anjing mekerah”. Juga iringan gambelan yang menurut beliau hanya menggunakan potongan bambu (perorogan) dan sebuah kendang yang terdengar mirip iringan kendangan pencak. Selain itu tari ini dianggap tidak sesuai dengan unsur-unsur tradisional tari Bali dan menyarankan I Wayan Dibia untuk lebih banyak berorientasi kepada tari-tari klasik seperti: Gambuh, Legong Kraton, dan lain-lain sebagai sumber dalam menciptakan tari atau tabuh baru.[45] Tidak lama kemudian, atas surat pembaca ini  I Wayan Dibia menulis tanggapan. Masyarakat yang dirahasiakan identitasnya oleh redaksi dan sependapat dengan Gde Soeka, B.A pun menanggapi pernyataan I Wayan Dibia di media. Diuraikan mengenai perbedaan antara tari Cak dan tari Setan Bercanda yang sangat jauh berbeda, bahwa busana saput poléng (hitam putih yang mempunyai arti tersendiri), dan sound system mulut yang kompak serta bunga merah (kembang sepatu), menambah wibawa dan angkernya para penari. Sedangkan pada tari Setan Bercanda celana pendek yang ditutupi semacam rumput-rumputan dan memakai kalung gelang-gelangan bundar seperti busana orang-orang di daerah pedalaman Irian Jaya. Kritik datang pula dari Nyoman Sumitrajaya B.A yang beralamatkan di Jalan Mota Ain 16, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dikatakan bahwa tari Setan Bercanda mungkin diilhami dari Leak Ngakak maka imajinasinya tidak lagi ke Bali “The Last Paradise”, melainkan ke Lembah Baliem, Dayak Iban bahkan “Indian Apache”. Apalagi setelah mendengar tabuh yang mengiringinya, persis seperti orang Bali “Ngetarang Bulan Kepangan” (suasana riuh, saat masyarakat menyaksikan gerhana bulan) atau bahkan pada upacara kematian dan pesta korban di Suku Indian.[46]
Dengan adanya beberapa kritik tersebut, I Wayan Dibia pun dengan tenang menanggapi kritik masyarakat tersebut melalui “kolom  Pikiran Pembaca”. Segala kritik dianggap sebagai perhatian terhadap karyanya yang telah digarap dengan susah payah, dan menghimbau kepada para “kritikus” apabila menilai suatu karya seni tari tidak hanya melalui kulit luarnya saja akan tetapi agar menghayati juga temanya, desain serta ide yang terkandung di dalamnya. Selain itu, dijelaskan pula mengenai busana, gerak, dan iringan yang sangat sederhana yang kemudian dibandingkan dengan tari Cak yang setiap malam dipertunjukan untuk sajian pariwisata, di mana pakaian, gerak, dan iringannya pun sangat sederhana yang dijadikan inspirasi dari tari Setan Bercanda.[47]
Selain kritik yang bersifat mencemooh, ada pula pihak yang memberi semangat dan dukungan untuk tidak begitu memperdulikan cacian-cacian dan tetap menciptakan karya-karya baru. Terbukti setelah adanya polemik yang sempat terjadi cukup lama, I Wayan Dibia terus menciptakan karya-karya tari baru yang lebih kreatif. Karya tari yang diciptakannya setelah tari Setan Bercanda antara lain:
1.       Tari Wirayudha
2.      Tari Modern Two Spirit
3.      Tari Manukrawa
4.      Tari Puspawresti
5.       Tari Kontemporer Kendang Sangkep
6.       Tari Modern The Hand
7.      Tari Modern  Love in The Middle of The Battle
8.       Tari Modern Siwa Murti
Karya-karya tari di atas merupakan suatu bukti bahwa polemik yang sempat menimpa dirinya tidak berarti menghentikan kreativitasnya. Tari Setan Bercanda bahkan dipentaskan kembali pada tahun 1979 di Art Center Denpasar, sebelum akhirnya di Institut Seni Indonesia. Selanjutnya kreativitas I Wayan Dibia pun semakin tidak terbendung, karena selalu ada keinginan untuk menciptakan karya-karya baru tanpa adanya pesanan terlebih dahulu.
       

4.4              Perkembangan Tari Kontemporer di Bali
Menurut Bronislow Malinowski, suatu perubahan terjadi karena adanya tindakan yang menyebabkan dorongan batin pada diri makhluk hidup dan selanjutnya akan menimbulkan reaksi dari makhluk hidup lain atau organisme.[48] Berdasarkan teori di atas, perubahan sebuah tari dapat terjadi dalam perkembangan dunianya, baik dari segi bentuk maupun strukturnya. Hingga kini perkembangan tari kontemporer sungguh menggembirakan, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ciptaan tari kontemporer dari para koreografer muda. Mereka ingin menyeimbangkan perkembangan tari kontemporer dengan tari tradisi. Karya-karya tari kontemporer yang inovatif mampu menarik dan menyita perhatian peminatnya. Perkembangan tari kontemporer dapat dilihat dari segi gerak, tata rias, tata busana, tata cahaya, dan lain sebagainya.[49] Dikatakan pula oleh I Nyoman Sura bahwa masyarakat kini khususnya, di Bali sudah bisa, menerima keberadaan tari kontemporer, terbukti dengan banyaknya peminat tari kontemporer baik dari masyarakat awam maupun masyarakat akademik. Meskipun porsinya belum sebanyak peminat tari tradisi, tari kontemporer sudah dapat disetarakan kedudukannya dengan tari tradisi. Sering pula masih dapat dijumpai tari kontemporer bernuansa tradisi yang tampak pada cerita dan gerak, namun nuansa tersebut telah diolah secara bebas tanpa batas.
Sebagai seorang yang bergerak di bidang tari khususnya tari kontemporer, harus bisa mencari peluang tersendiri untuk memperluas dan memperkenalkan tari kontemporer di berbagai daerah, sehingga tari kontemporer tersebut dapat berkembang dengan pesat.[50] Makin banyaknya penata tari kontemporer belakangan ini merupakan suatu bukti bahwa peminat tari kontemporer sudah berkembang. Mereka sudah berani menuangkan idenya ke dalam karya tari kontemporer tanpa adanya perasaan ragu terhadap penerimaan atau respon dari masyarakat mengenai tari kontemporer, terutama di lingkungan ISI Denpasar. Dari tahun ke tahun dalam rangka menempuh Tugas Akhir, jumlah mahasiswa yang menciptakan karya tari kontemporer semakin bertambah. Di samping itu pula karya-karya tari kontemporer di luar lingkungan ISI Denpasar pun semakin sering dijumpai di berbagai tempat di Bali. Berkaitan dengan makin banyaknya pertunjukan tari kontemporer dan peminatnya di Bali, juga banyak pesanan tari kontemporer  untuk acara-acara penting di Bali bahkan acara Internasional yang melibatkan jajaran kepresidenan misalnya acara peringatahn Ulang Tahun Bali TV, Pesta Kesenian Bali (PKB), Tahun Baru, Global Warming, peringatan Hari AIDS sedunia, dan lain sebagainya.
Acara-acara tersebut merupakan suatu bukti bahwa perkembangan tari kontemporer saat ini sangat menggembirakan, bahkan sikap masyarakat yang kian terbuka terhadap kesenian baru menandakan bahwa kini tari kontemporer bukan lagi suatu kesenian yang aneh, melainkan menjadi sebuah kebutuhan bagi pecinta seni di Bali, khususnya seni tari. Berikut adalah beberapa foto tari kontemporer yang sudah lebih berkembang mengenai kostum, ide, gerak, dan properti yang digunakan.


 

Foto 1
Tari Kontemporer dalam Konser Nyanyian Dharma
Karya I Nyoman Sura
(Koleksi: I Nyoman Sura)


Foto 2
Tari Kontemporer Lebur
Karya I Nyoman Sura
(Koleksi: I Nyoman Sura )


 

Foto 3
Tari Kontemporer Ala Ayu
karya Kadek Sri Liyoni
(Koleksi: Kadek Sri Liyoni)


 

Foto 4
Tari kontemporer Malam-ku
Karya Putu Gede Asra Wijaya
(Koleksi: Asra Wijaya)


 

Foto 5
Tari kontemporer Pesta Belum Usai
Karya Siko Setyanto
(Koleksi: Siko Setyanto )

Foto 6
Tari Kontemporer The Return of Shri
Karya Dekgeh
(Koleksi: Dekgeh)




BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan pengumpulan dan analisis hasil data dalam penelitian pertunjukan tari kontemporer Setan Bercanda, dapat disimpulkan tentang awal mula terciptanya, bentuk pertunjukan, penyebab polemik di media mengenai tari kontemporer Setan Bercanda, dan perkembangan tari kontemporer di Bali sebagai berikut.
Tari Setan Bercanda merupakan tari kontemporer yang diciptakan oleh      I Wayan Dibia, pada tahun 1978. Berawal dari daya kreativitas yang tinggi dan selalu ingin menciptakan sebuah karya seni tanpa adanya permintaan atau pesanan dari orang lain. Terinspirasi dari tari-tari yang bernuansa seram, yaitu tari kontemporer “Wabah” yang diciptakannya di Yogyakarta, Tari Berutuk di Trunyan, dan Tari Baris Ketujeng di Tabanan. Selain itu beliau ingin pula menciptakan tari kontemporer yang merupakan produksi ke-3 Sanggar Tari Bali Waturenggong miliknya. Tari Setan Bercanda merupakan tari kontemporer pertama yang ada di Bali, terbukti bahwa pada tahun 1970-an belum ada yang menciptakan tari kontemporer di Bali.
Berdasarkan sifat tari kontemporer yang lepas dari pakem-pakem tradisi dan tidak terikat oleh aturan-aturan yang baku, maka  bentuk pertunjukan tari Setan Bercanda pun sangat sederhana, baik dari gerak, tata busana, tata rias dan pola lantai  yang digunakan. Tarian ini didominasi oleh gerak improvisasi dan pola lantai melingkar dan broken. Tata rias dan tata busana yang digunakan cukup sederhana hanya terbuat dari kraras atau bunbunan, sedangkan tata riasnya menyerupai wajah setan. Iringannya terinspirasi dari alat musik téktékan dan kepyak, serta didukung oleh musik internal.
Patut dicatat bahwa sebelumnya tidak pernah muncul karya-karya tari yang secara bebas menggunakan elemen-elemen seni tradisi itu. Oleh karena itu tari Setan Bercanda dapat diposisikan sebagai karya seni yang mengawali perkembangan tari kontemporer di Bali.
Sebuah awal selalu akan mendapat perhatian dari berbagai pihak, maka dari itu sebagai tari kontemporer pertama, tari Setan Bercanda sempat menuai pro dan kontra yang cukup keras dari masyarakat, bahkan hingga ramai diperbincangkan di media Bali Post, hal ini disebabkan oleh sikap masyarakat yang kurang memahami dan masih belum bisa menerima tari kontemporer. Akan tetapi ada pula masyarakat yang setuju dengan karya tari tersebut serta memberi dukungan untuk tetap terus berkarya dan tidak terhenti hanya karena polemik yang sempat melanda tari Setan Bercanda. Hal ini dapat dibuktikan dengan dipentaskannya kembali tari ini di beberapa tempat di Bali dan menjadi stimulan untuk karya-karya tari kontemporer selanjutnya, dengan banyak diciptakannya tari kontemporer yang baru.


5.2    Saran-Saran
5.2.1        Kepada Seniman Tari
Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas kesenian, sebaiknya dalam   pengembangan seni tari hendaknya ditempuh langkah-langkah yang tepat, dengan lebih menggali potensi diri untuk mengembangkan daya kreativitasnya, agar seni tari lebih bervariasi  dan mampu bersaing secara sehat, produktif, kreatif, aktif, baik tari tradisi maupun tari kontemporer. Selain itu juga berusaha menawarkan karya seni tari, khususnya tari kontemporer, dalam dunia pariwisata agar tari kontemporer memiliki posisi yang sama dengan tari tradisi di Bali. Dengan demikian tidak hanya tari tradisi Bali yang banyak dikenal oleh masyarakat Bali dan wisatawan, melainkan juga tari kontemporer yang dapat memperkaya kesenian tari di  Bali. Kesenian merupakan salah satu daya tarik bagi Pulau Dewata ini, jadi sudah sepantasnya kita jaga dan lestarikan. Demikian pula bagi seniman muda, lebih kreatif dan tidak ragu-ragu dalam menciptakan karya tari, khususnya tari kontemporer, karena kini masyarakat Bali sudah mulai terbiasa dengan tari kontemporer.

5.2.2        Kepada Masyarakat Umum
Pesatnya perkembangan dunia seni tari tradisi dan seni tari kontemporer belakangan ini merupakan dampak positif bagi kebudayaan Bali yang kita miliki, sehingga pertunjukan kesenian dapat sering kita nikmati di berbagai acara di Bali. Hendaknya bagi masyarakat yang menyaksikan sebuah pertunjukan seni tari, agar bersikap terbuka terhadap kesenian apapun dan berpikir positif bahwa semua seniman dalam berkarya selalu memiliki tujuan yang baik bagi perkembangan dunia seni tari di Bali. Begitu pula hendaknya kita semakin jeli mengamati masuknya kebudayaan asing yang akan merusak kebudayaan Bali. Sebaliknya budaya luar yang memiliki potensi bagi perkembangan budaya Bali perlu diterima untuk disaring dan diolah, sehingga kebudayaan yang masuk dapat memberikan inspirasi kepada seniman dalam berkarya dan memperkaya kesenian di Bali.



DAFTAR PUSTAKA


Adlin, Alfathri. 2006. Spiritualitas dan Realitas Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

Bandem, I Made. 1996. Etnologi Tari Bali. Yogyakarta: Kanisius.

_____________ dan Fredrik Eugene deBoer. 2004. Kaja dan Kelod: Tarian Bali
dalam Transisi. Jogjakarta: Institut Seni Indonesia.

Darsana, I Ketut. 2006. “Buku Ajar Notasi Tari I”. Denpasar: Institut Seni
Indonesia Denpasar.

Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung:
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

____________ . 2004. Pragina. Malang: Sava Media.

Djelantik, A. A. M. 2008. Estetika Sebuah Pengantar. Jakarta: Masyarakat Seni  
Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Hadi, Y. Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari Sebuah Pengenalan Awal. Yogyakarta:
Pustaka.

____________ . 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Pustaka.

Hawkins, Alma M. 2003. Moving From Within: A New Method for Dance
Making. Diterjemahkan oleh I Wayan Dibia dengan Judul Bergerak Menurut Kata Hati: Metoda Baru dalam Menciptakan Tari. Ford Foundation dan MSPI: Jakarta.

Koapaha, Royke B. 2004. “Kontemporer”. Dalam Jurnal Gong: Majalah Seni
Budaya No. 64/ VI. Yogyakarta: Yayasan Media dan Seni Tradisi.

Mack, Dieter. 1995. Tradisi-Modern-Kontemporer-Interkultural Berbagai
Pemikiran Tentang Musik Masa Kini di Indonesia yang Tidak Bertolak Linkungan Karawitan: Sebuah Esai. Dalam Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia: Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Surakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Malinowski, Bronislow dalam Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi
II. Jakarta: Universitas Indonesia.

Masyarakat Seni Pertunjukan. 1999. Direktori Seni Pertunjukan Kontemporer.
Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

 Murgiyanto, Sal. 1992. Koreografi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

 . 1993. Ketika Cahaya Merah Memudar, Sebuah Kritik Tari.
Jakarta: Deviri Ganan

Putra, Heddy Shri Ahimsa (ed). 2000. “Wacana Seni Dalam Antropologi Budaya:
Tekstual, Kontekstual dan Post-Modernistis”, dalam Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press.

____________. 2003. Mencermati Seni Pertunjukan I: Perspektif Kebudayaan, Ritual, Hukum. Surakarta: The Ford Foundation

 . 2004. Tradisi dan Inovasi; Beberapa Masalah Tari di Indonesia.
Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Salim, Djohan. 2009. “Industri Kreatif dan Pendidikan Seni”. Dalam Jurnal
Gong: Majalah Seni Budaya No. 108/ X. Yogyakarta: Yayasan Tikar Media Budaya Nusantara.

Edi Sedyawati. 1984. Tar:i Tinjauan Dari Berbagai Segi. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.

_____________, dkk. 1986. Pengetahuan Elementer Tari Dan Beberapa Masalah
Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Soedarsono, RM. 2001. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa.
Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Sorell, Walter. 1951. The Dance Has Many Faces. Diterjemahkan oleh Agus
Tasman dan Basuwarno dengan Judul Tari dari Berbagai Pandangan. Cleveland and New York: Cleve The World Publishing.

Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.
Suparli. 1983. Tinjauan Seni. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



SUMBER INTERNET



Rizal Maulana Angga Wijaya. http://www.scribd.com/doc/34961289/Pengertian-data.

http: //www.artikata.com



SUMBER DISCOGRAFI


Dibia, I Wayan. 1999. Garapan Teater Tari “Ram-Wana” Ketika Rama Menjadi
Rahwana, dalam Rangka Pengenalan Guru Besar Madya pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.


 


GLOSARIUM

1.
Ampok-ampok
:
Hiasan pinggang pada tari Bali yang biasanya terbuat dari bahan kulit berwarna kuning emas.
2.
Badong
:
Hiasan leher atau penutup bahu yang dipakai oleh penari Bali dan biasanya terbuat dari bahan beludru atau bahan kulit sapi berwarna emas.
3.
Balih-balihan
:
Jenis tari Bali yang berfungsi sebagai tari hiburan atau tontonan.
4.
Bebali
:
Merupakan jenis tari Bali yang juga digelar pada suatu upacara keagamaan dan umumnya tari Bebali dipentaskan dengan suatu lakon yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara tersebut.
5.
Bhuta
:
Makhluk gaib yang seram dan sering mengganggu manusia.
6.
Broken
:
Pola lantai yang saling berbeda dan pecah/ acak.
7.
Bun-bunan
:
Jenis tumbuhan yang merambat atau menjalar.
8.
Buletan
:
Bentuk penataan kostum yang cara pemasangannya dengan dililitkan pada sekitar pinggul dan paha.
9.
Cak
:
Sebuah dramatari Bali yang penarinya berkisar antara 50 sampai 150 orang penari yang sebagian besar adalah pria, mereka menari dengan membuat paduan suara, "cak, cak, cak" yang irama ditata sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu paduan yang sangat harmonis, diselingi dengan beberapa aksen dan ucapan-ucapan lainnya.
10.
Centre stage
:
Posisi lantai di tengah panggung.
11.
Event
:
Suatu peristiwa atau acara penting yang terjadi di suatu tempat dan waktu.
12.
Gelang kana
:
Hiasan pergelangan tangan dan lengan pada tari Bali yang biasanya terbuat dari kulit berwarna kuning emas.
13.
Glamour
:
Gemerlap, mewah
14.
Improvisasi
:
Melakukan sesuatu tanpa persiapan terlebih dahulu.
15.
Intensitas
:
Kuat lemahnya, besar kecilnya energi yang diberikan.
16.
Kalangan
:
Tempat pementasan yang bersifat sementara (non permanen).
17.
Kepyak
:
Alat musik yang terbuat dari pecahan kayu yang ditepukan satu sama lain.
18.
Kraras
:
Daun pisang yang sudah kering.
19.
Kulkul
:
Alat komunikasi tradisional masyarakat Bali, berupa alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu atau bambu, dan benda peninggalan para leluhur.
20.
Latah
:
Meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan.
21.
Leak
:
Dalam mitologi Bali berarti penyihir jahat. Leak hanya bisa dilihat di malam hari oleh para dukun pemburu léak. Di siang hari ia tampak seperti manusia biasa, sedangkan pada malam hari ia berada di kuburan untuk mencari organ-organ dalam tubuh manusia yang digunakannya untuk membuat ramuan sihir yang dapat mengubah bentuk leak menjadi seekor harimau, kera, babi atau menjadi seperti Rangda. Bila perlu ia juga dapat mengambil organ dari orang hidup.
22.
Mp4
:
Salah satu format berkas pengodean suara dan gambar/ video digital yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi MPEG.
23.
Néngkléng
:
Gerakan pada tari Bali dengan posisi satu kaki diangkat.
24.
Ngelayak
:
Gerakan pada tari Bali dalam keadaan berdiri dan posisi badan setengah kayang.
25.
Nyléog
:
Gerakan pada tari Bali, lintasan kedua tangan melengkung ke belakang, sembari gerakan kaki mundur.
26.
Nyrégseg
:
Salah satu gerakan berjalan pada tari Bali yaitu berjalan ke samping atau bergeser dengan langkah kecil-kecil.
27.
Obor
:
Alat penerangan tradisional berupa seruas bambu yang pada salah satu ujungnya diberi sumbu yang terbuat dari serabut kelapa dan di dalamnya diisi dengan minyak tanah.
28.
On stage
:
Posisi di atas panggung.
29.
Out stage
:
Posisi di luar panggung.
30.
Poléng
:
Poleng memiliki dua unsur warna hitam pekat dan putih bersih. Dapat pula diartikan sebagai “ruwa-bhineda”, dualitas (gelap-terang, kiri-kanan, laki-perempuan, baik-buruk).
31.
Saput
:
Kain khusus yang dipakai oleh pria
32.
Setting
:
Teknik pengaturan.
33.
Sketch
:
Sebuah penggambaran garis besar atu umum dari apa-apa; konsep kasar atau tidak lengkap pertama atau rencana desain apapun, terutama dalam seni rupa.
34.
Sound system
:
Tata suara untuk mendapatkan hasil audio yang mantap dan enak didengar.
35.
Stage
:
Panggung atau tempat pementasan.
36.
Stagnasi
:
Keadaan terhenti (tidak bergerak, tidak aktif, tidak jalan); keadaan tidak maju atau maju secara perlahan.
37.
Suwir-suwir
:
Rumbai-rumbai seperti kostum tari Hula-hula di Hawai.
38.
Téktékan
:
Alat musik tradisional khas Tabanan dari kulkul kayu.
39.
Vobabulair
:
Perbendaharaan kata
40.
Wali
:
Suatu tari-tarian yang merupakan rangkaian daripada pelaksanaan upacara yadnya yang dipentaskan di tengah halaman pura (Jeroan Pura).




Lampiran 1

DAFTAR INFORMAN

  1. Nama               : Prof. Dr. I Wayan Dibia SST., MA
Jabatan            : Guru Besar dan Dosen ISI Denpasar.
Alamat             : Jalan Gandaria No. 17, Denpasar, Bali.
Umur               : 64 Tahun.

  1. Nama               : I Wayan Sudana, SST., M.Gum
Jabatan            : Dosen ISI Denpasar.
Alamat             : Br. Sengguan, Singapadu, Gianyar.
Umur               : 58 Tahun.

  1. Nama               : Putu Gede Asra Wijaya, S.Sn
Jabatan            : Penari/ Wiraswasta.
Alamat             : Br. Blahtanah, Batuan, Sukawati, Gianyar.
Umur               : 26 Tahun.


  1. Nama               : I Nyoman Sura, S.Sn., M.Sn
Jabatan            : Dosen ISI Denpasar.
Alamat             : Jalan Sulatri Gang 2, No.1, Kesiman, Denpasar Timur.
Umur               : 40 Tahun.







Lampiran 2


DAFTAR PERTANYAAN


1.      Bagaimana keberadaan tari kontemporer saat ini?
2.      Apa yang mendorong diciptakannya pertunjukan baru/ kreatif?
  1. Sebelum bapak menciptakan Tari Setan Bercanda, apakah bapak pernah melihat tari kontemporer di Bali?
  2. Bagaimana awalnya sehingga bapak menciptakan Tari Setan Bercanda?
  3. Bagaimana proses penciptaannya?
  4. Berapa lama proses penciptaannya?
  5. Sebelum menciptakan tari ini, apakah Bapak mempertimbangkan penerimaan/ respon masyarakat ?
  6. Terinspirasi dari apakah tari ini?
  7. Sebelum bapak menciptakan Tari Setan Bercanda, sudah berapa tarian yang bapak ciptakan?
  8. Apa benar Tari Setan Bercanda merupakan tari kontemporer pertama?
  9. Apa yang melatarbelakangi Bapak dalam menciptakan Tari Setan Bercanda?
  10. Terinsipirasi dari apa gerak, kostum dan konsepnya?
  11. Mengapa memilih nama Setan Bercanda?
  12. Bagaimana bentuk pertunjukan Tari Setan Bercanda?
  13. Berapa kali Tari Setan Bercanda dipentaskan dan dimana saja?
6.  Apakah ada bagian pembabakan, struktur, atau adegan dalam pertunjukan Tari Setan Bercanda?
17.  Apa saja kostum yang digunakan dalam pertunjukan Tari Setan Bercanda?
18.  Bagaimana keberadaan tari kontemporer setelah bapak menciptakan Tari Setan Bercanda?
19.  Selain tari kontemporer, karya tari apa saja yang pernah diciptakan?
  1. Kapan mulai terjadi polemik?
  2. Dari pihak perorangan atau kelompok?
  3. Apa kritik atau komentar mereka mengenai Tari Setan Bercanda?
  4. Bagaimana Bapak menyikapi masalah tersebut?
  5. Setelah muncul berita atau kritik negatif dari masyarakat, apa Tari Setan Bercanda pernah dipentaskan lagi?
  6. Bagaimana tanggapan atau komentar masyarakat terhadap polemik tersebut?














Lampiran 3







Lampiran  4
DAFTAR KARYA KOREOGRAFI/ KOMPOSISI
I WAYAN DIBIA

Tahun 1971
1.                  Drama dan Tari Gatutkaca, bersama SMP Tresna Yasa Singapadu-Gianyar.
2.                  Dramatari Cak Kreasi Baru Dasarata Gugur, bersama SMP Tresna Yasa Singapadu-Gianyar.
Tahun 1972
3.                  Fragmen Tari Subali-Sugriwa, bersama Banjar Sengguan Singapadu-Gianyar.
Tahun 1973
4.                  Tari Kreasi baru Prawirang Laga, produksi ASTI Denpasar.
5.                  Fragmen Tari Hanuman Duta, bersama grup Keluarga Putra Bali “Purantara” Yogyakarta.
Tahun 1974
6.                  Dramatari Cak Rahwana Gugur, bersama Keluarga Putra Bali “Purantara” Yogyakarta.
7.                  Dramatari Calonarang Katundung Ratna Manggali pada ASTI Yogyakarta.
Tahun 1975
8.                  Tari Modern Wabah pada ASTI Yogyakarta.
9.                  Dramatari Barong Sunda Upasunda pada ASTI Yogyakarta.
10.              Tari Modern Matahari Terbit produksi ASTI Denpasar.
11.              Dramatari Cak Kreasi Baru Subali-Sugriwa produksi ASTI Denpasar.
12.              Fragmen Tari Modern Bulan Kepangan produksi ASTI Denpasar.

Tahun 1976
13.              Dramatari Barong Calonarang produksi ASTI Denpasar.
14.              Sendratari Abimanyu Gugur produksi ASTI Denpasar.
15.              Sendratari Gatutkaca Sraya bersama Sekaa Gong Chandra-Metu, Baturiti-Tabanan.
Tahun 1977
16.              Sendratari Sampik Ingtai produksi ASTI Denpasar di Singapura.
17.              Tari Habis Gelap Terbitlah Terang bersama Balai Seni Toya Bungkah, Kintamani-Bangli.
18.              Tari Senja Diatas Danau Batur bersama Balai Seni Toya Bungkah, Kintamani-Bangli.
19.              Tari Perempuan Di Persimpangan Zaman bersama Balai Seni Toya Bungkah, Kintamani-Bangli.
20.              Tari Pendet Beringin Suci produksi ASTI Denpasar.
21.              Fragmentasi Cak Kreasi Baru Beringin Sakti produksi ASTI Denpasar.
22.              Dramatari Topeng Puputan Bandung (Garapan bersama I Made Bandem dkk) produksi ASTI Denpasar.
23.              Dramatari Kontemporer Sakuntala produksi Sanggar tari Bali Waturenggong Denpasar.
24.              Drama Kontemporer Rimba Tiwi Krama (karya bersama Abu Bakar, Ikranegara) di Taman Budaya Denpasar.
Tahun 1978
25.              Sendratari Sang Kaca Ngangon Lembu untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Gianyar dalam Festival Gong Kebyar se Bali.
26.              Gagitaan Suksemaning Idep Krew gong Kebyar Kabupaten Gianyar pada Festival Gong Kebyar se Bali.
27.              Sendratari Sayembara Drupadi untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Tabanan dalam Festival Gong Kebyar se Bali.
28.              Sendratari Abimanyu Gugur untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Karangasem dalam festival Gong Kebyar se Bali.
29.              Gagitaan Amlapura Wianagun Krew Gong Kebyar Kabupaten Karangasem pada Festival Gong Kebyar se Bali.
30.              Tari Rusa Bercinta produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
31.              Fragmen Tari Semara Dahana produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
32.              Tari Kontemporer Setan Bercanda produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
33.              Fragmentasi Candra Sangraha produksi grup tari Bali Widya Budaya Jakarta di TVRI Jakarta.
34.              Dramatari Banjir Darah di Badung produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
35.              Tari Wirayudha produksi ASTI Denpasar.
36.              Drama Kontemporer Apa produksi ASTI Denpasar.
Tahun 1979
37.              Dramatari Grobogan Cupak Grantang produksi ASTI Denpasar ke Festival penata Tari Muda TIM Jakarta.
38.              Dramatari Cak Kreasi Baru Cupak Dadi Ratu produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
39.              Sendratari Kolosal Bala Kanda garapan bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali I.
40.              Sendratari Kolosal Ayodya Kanda garapan bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali I.
41.              Dramatari Cak Kolosal (500 orang) Arjuna Tapa dalam rangka menyambut HUT Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
Tahun 1980
42.              Sendratari Kolosal Aranya Kanda garapan bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali.
43.              Sendratari Kolosal Kiskenda Kanda garapan bersama Tim.
44.              Tari Srikandi Yudhapati (solo) produksi ASTI Denpasar.
45.              Dramatari Wayang Wong Kreasi Baru Sukasrana Duta produksi ASTI Denpasar ke Festival Teater Tradisional oleh Proyek Javanologi Jogyakarta.
Tahun 1981
46.              Tari Modern Two Spirit pada Studio Tari Martha Graham, New York USA.
47.              Tari Pangaksama pada Wesleyen University of Connecticut USA.
48.              Dramatari Prembon Luh Gero pada Wesleyen University USA.
49.              Fragmentari Madri Rarung pada New York University USA.
50.              Sendratari Kolosal Bale Gale-Gale garapan bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali.
51.              Tari Manukrawa, produksi Sanggar Tari Waturenggong, Denpasar.
52.              Tari Puspawresti bersama Sekaa Gong Patra Kencana, Br. Sengguan Singapadu-Gianyar.
53.              Dramatari Janger Kapandung Subadra, produksi ASTI Denpasar.
54.              Tari Kontemporer Kendang Sangkep produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong  Denpasar.
Tahun 1982
55.              Sendratari Kolosal Uttara Kanda garapan bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali.
56.              Dramatari Cak Pantai Dewa Ruci produksi ASTI Denpasar pada Festival Seni Kuta-Bali.
57.              Tari Malpal produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
58.              Tari Yogi produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
59.              Dramatari Parwa Kreasi Baru Prabu Nisada produksi Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar.
60.              Tari Kreasi Baru Palegongan Abimanyu Gugur untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Gianyar dalam Festival Gong Kebyar se Bali.
61.              Tari Baris Papotetan untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Tk. II Gianyar pada Festival Gong Kebyar se Bali.
62.              Sendratari Arya Bebed untuk Krew Gong Kebyar Kabupaten Tk. II Gianyar pada Festival Gong Kebyar se Bali.
Tahun 1983
63.              Dramatari Topeng Prembon Maya Danawa pada University of California, Los Angeles (UCLA) USA.
Tahun 1984
64.              Tari Modern The Hand produksi UCLA-USA.
65.              Tari Modern Love in The Middle of The Battle produksi UCLA-USA.
66.              Tari Modern Siwa Murti produksi UCLA-USA.
Tahun 1985
67.              Tari Bali Kontemporer Barong-Barongan produksi ASTI Denpasar.
68.              Tari Kontemporer Tangan-Tangan produksi ASTI Denpasar.
69.              Tari Bali Kreasi Baru Jaran Teji produksi ASTI Denpasar
70.              Sendratari Kolosal Nara Kesuma karya bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1986
71.              Tari Kreasi Baru Cilinaya produksi Sekaa Gong Patra Kencana Banjar Sengguan Singapadu-Gianyar.
72.              Tari Kreasi Baru Yudhapati produksi Sekaa Gong Banjar Singapadu-Gianyar.
73.              Sendratari Kolosal Arjuna Wiwaha karya bersama Tim Pemda Tk. I Bali pada Pesta Kesenian Bali.
74.              Sendratari Kolosal Gugurnya Sumantri karya bersama Tim Pemda Tk. I Bali, STSI Denpasar, pada Pesta Kesenian Bali.
75.              Sendratari Prabu Udayana produksi Universitas Udayana pada Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1987
76.              Sendratari Kolosal Sutasoma karya bersama Tim Pemda Tk. I Bali (STSI Denpasar) pada Pesta Kesenian Bali.
77.              Sendratari Kolosal Manggada Duta karya bersama Tim pemda Tk. I Bali (STSI Denpasar) pada Pesta Kesenian Bali.I
78.              Tari Kontemporer Luntang-Lantung produksi ASTI Denpasar pada Pesta Kesnian Bali.
Tahun 1988
79.              Fragmentari Dalem Bungkut produksi California Institute of the Arts (Cal-Arts) USA.
Tahun 1989
80.              Tari Legong Bapang untuk kendaraan hias (flote) Garuda Indonesia pada Tournament of Roses Pasadena, Los Angeles (USA).
Tahun 1990
81.              Garapan Tari and Musik Body Tjak karya bersama Keith terry (USA).
82.              Sendratari Kolosal Kresna Duta karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1991
83.              Sendratari Jayaprana karya bersma I Nyoman Wenten produksi Cal-Arts, California (USA).
Tahun 1992
84.              Dramatari Arja Pedrawati bersama Arja Bon Bali di Banjar Sengguan Singapadu-Gianyar.
85.              Dramatari Topeng Dalem Bungkut produksi STSI Denpasar untuk dipentaskan dalam Taipei Onternational Dance Festival di Taipeh (Taiwan).
86.              Sendratari Sabda Sang Pandita Konfrensi Kimoterafi, Nusa Dua Bali.
87.              Fragmentasi Bayaning Senggama Dudu (Dramatari AIDS) produksi UPLEK UNUD dan STSI Denpasar.
88.              Karya Tari Kontemporer Perjalanan di Taman Budaya Denpasar.
89.              Sendratari Kolosal Gatutkaca Sraya karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
90.              Sendratari Kolosal Gugurnya Meganada karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1993
91.              Sendratari Kolosal Matinya Anggada karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
92.              Sendratari Kolosal Lahirnya Kala karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
93.              Karya Tari Eksperimental Rawe-Rawe di STSI Denpasar.
94.              Dramatari Barong Sunda Upasunda di Taman Budaya Denpasar.
Tahun 1994
95.              Fragmentasi Taru Pramana BTDC, Nusa Dua Bali.
96.              Tari Modern AUM STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
97.              Sendratari Kolosal Semara Dahana karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
98.              Sendratari Kolosal Bala Kanda karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
99.              Balaganjur Malat karya bersama I Wayan Suweca, produksi STSI Denpasar ke Festival Seni di Wina Austria.
Tahun 1995
100.          Oratorium Tari Gema Widya Nusantara Hardiknas, Pontianak  (Kalbar).
101.          Dramatari Calonarang Katundung Ratna Mangali bersama Sekaa Barong Singapadu untuk Tour ke London (LIFT).
102.          Kecak Hanuman Duta produksi Universitas of Hawai at manoa (UHM) USA.
103.          Bala Ganjur Babonangan karya bersama Ida Bagus Nyoman Mas, University of Hawaii at Manoa (UHM) USA.
104.          Karya Tari Modern Gagulon produksi STSI Denpasar.
105.          Sendratari Kolosal Panji Amalat Rasmi karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
106.          Sendratari Kolosal Wang Bang Wideya karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
107.          Sendratari Kolosal Matinya Kichaka karya bersama Tim STSI Denpasar pada Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1996
108.          Kecak Bedawang Nala (1000 orang) pada upacara peletakan batu pertama Garuda Wisnu Kencana di Bukit Jimbaran.
109.          Kecak Kepandung Dewi Sita karya bersama Sekaa Kecak Puspita Jaya (Blahkiuh) dalam Asian Arts Festival ke-16 di Hongkong.
110.          Kecak Hanuman Duta karya bersama Sekaa Kecak Puspita Jaya (Blahkiuh) dalam Asian Arts Festival ke-16 di Hongkong.
Tahun 1997
111.          Oratorium Tari Sabda Sang Rama pada Dharma Santi Tingkat Nasional di Lampung, Sumatra Selatan.
112.          Sendratari Pan Balang Tamak karya bersama Tim Penggarapan Sendratari STSI Denpasar dalam Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1998
113.          Oratorium Tari Bharata Amurbeng Bhumi, produksi STSI Denpasar dipentaskan dalam Dharma Santi Tingkat Nasional di Denpasar-Bali.
114.          Sendratari Kolosal Aranya Kandha karya bersama Tim STSI Denpasar dalam Pesta Kesenian Bali.
Tahun 1999
115.          Dramatari Barong Sunda Upasunda produksi STSI Denpasar dalam acara tahun baru ASITA Daerah Bali.
116.          Legong Kolosal Sunda Upasunda produksi STSI Denpasar dalam Dies Natalis ke-32 STSI Denpasar.
117.          Body Tjak: The Celebration (karya kolaborasi dengan Keith Terry), produksi Crosspulse, California/ USA.
118.          Tari Girahan (karya kolaborasi dengan Wayne Vitale) produksi Gamelan Sekar Jaya, California/ USA.
119.          Oratorium tari Ram-wana (karya kolosal untuk pengukuhan Guru Besar) produksi STSI Denpasar.
Tahun 2000
120.          Gelar Budaya “Nyurya Sewana 2000”, dalam rangka menyambut tahun baru 2000 di pantai Sanur, karya kolaborasi bersama seniman I Nyoman Erawan dan Kadek Suardana.
121.          Gelar seni instalasi “Ritual Gong Samuan Tiga” (karya kolaborasi dengan Suprapto Suryadarma dari Surakarta), produksi bersama Padepokan Lemah Putih dan STSI Denpasar.
122.          Sendratari Tantri (konseptor penata artistik), produksi STSI Denpasar pada PKB.
123.          Menciptakan Gebyar Kesenian Desa Singapadu (GKDS) di desa Singapadu, Kabupaten-Gianyar.
Tahun 2001
124.          Garapan tari Kawit Legong (konseptor dan penata artistik) produksi Gamelan Sekar Jaya, California-USA.
125.          Sendratari Adhipati Awangga (konseptor dan penata artistik) produksi, STSI Denpasar pada PKB.
126.          Arja Bandasura, produksi STSI Denpasar, di Gedung Kesenian Jakarta.
127.          Garapan Kolosal (Legong, Barong, Kecak) Sunda-Upasunda, produksi STSI Denpasar yang dipentaskan pada IBM Golden Globe Convention di Amphitheatre Nusa Dua-Bali.
Tahun 2002
128.          Garapan Body Tjak, Los Angeles, karya bersama Keith Terry (USA), produksi The Departmen of World Arts and Cultures, University if California, Los Angeles (UCLA).
129.          Garapan Arja Prembon Prabu Jayengrana, dipentaskan di Asia Society, New York (USA).
130.          Karya tari Kala Dengen (Solo), dengan penata iringan I Wayan Sadra, dipentaskan dalam rangka festival seni ASEM, di Copenhagen, Denmark.
131.          Kecak Kolosal Dewa Ruci (400 orang) di Pantai Kuta, dipentaskan dalam Program Bali For The World di Kuta Bali.
Tahun 2003
132.          Karya Tari Pradaksina; Doa Dalam Gerak produksi Waturenggong Dance Company, dipentaskan di Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi-Denpasar.
133.          Tari Chandra Pangan, dan tari Chandra Murti, Dalam Pradaksina; Doa Dalam Gerak. Produksi Waturenggong Dance Company, di Monumen Bajra Sandhi-Denpasar.































  


[1] Walter Sorell (ed). 1951. The Dance Has Many Faces. Diterjemahkan Oleh Agus Tasman Dan Basuwarno dengan Judul Tari dari Berbagai Pandangan. Cleveland and New York: Cleve The World Publishing. p.3.
[3] Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. p. 522.
[4] Direktori Seni Pertunjukan Kontemporer. 1999. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. p.10.
[5] Eka, Loc.Cit.
[6] http://www.alikoto-artgallery.com/2011/08/lukisan-kontemporer.html
                [7] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 10 November 2010.
[8] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 10 November 2010.
[9] Bronislow Malinowski dalam Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia-Press. p.75.
[10] A.A.M. Djelantik. 2008. Estetika Sebuah Pengantar. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. p.17.
[11] Jakob Sumardjo. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB. p.314.
[12] Heddy Shri Ahimsa-Putra (ed). 2000. “Wacana Seni Dalam Antropologi Budaya: Tekstual, Kontekstual dan Post-Modernistis”, dalam Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press. p. 413.
[13] Ibid. p.3.
[14] P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
PT.Rineka Cipta. p.31.
[15] P. Joko Subagyo. Op. Cit.  p.4.
[16] Rizal Maulana Angga Wijaya. http://www.scribd.com/doc/34961289/Pengertian-data.
[17] P. Joko Subagyo, Op.Cit .p.39.
[18] P. Joko Subagyo, Op. Cit. p.109.
18 Lexy J Moleong. Op.Cit. p.161.
                [20]  http: //www.artikata.com
[21] Royke B. Koapaha. 2004. “Kontemporer”. Dalam Jurnal Gong: Majalah Seni Budaya No. 64/ VI. Yogyakarta: Yayasan Media dan Seni Tradisi. p. 50.
[22] I Wayan Dibia. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI). p. 9.
[23] Edi Sedyawati. 1984. Tar:i Tinjauan Dari Berbagai Segi. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. p. 27.
[24] Ibid. p. 29.
[25] I Made Bandem. 1996. Etnologi Tari Bali. Yogyakarta: Kanisius. p. 22.
[26] Edi Sedyawati, Op.Cit. p. 31.
[27] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 1 Mei 2012.
[28] I Made Bandem dan Fredrik Eugene deBoer. 2004. Kaja dan Kelod: Tarian Bali dalam Transisi. Jogjakarta: Institut Seni Indonesia. p.202.
[29] Sal Murgiyanto. 1993. Ketika Cahaya Merah Memudar: Sebuah Kritik Tari. Jakarta: Deviri Ganan. p. 35.
[30] Ibid. p.22.
[31] A. A. M. Djelantik, Op.Cit.p. 17-18.
[32] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 1 Mei 2012.
[33] Edi Sedyawati, dkk. 1986. Pengetahuan Elementer Tari Dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. p. 115.
[34] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 1 Mei 2012.
[35] A.A.M. Djelantik. Op.Cit. p. 39.
[36] Ibid. p. 40.
[37] Ibid. p. 47.
[38] Ibid. p. 49-51.
[39] Ni Nyoman Seriati. http://internet-jendela-ilmu.blogspot.com/2011/03/tata-rias-dan-busana.html.
[40] Wawancara dengan Bapak I Wayan Dibia, di rumahnya: Jalan Gandaria no. 17, Denpasar. Tanggal 10 November 2010.
[41] Sal Murgiyanto. 1992. Koreografi. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi. p.23.
[42] Walter Sorell (ed). Loc.Cit. p. 16.
[43]. Sal Murgiyanto. Op.Cit. p.19.
[44] Putu Setia. 1978. “Seni Tari Bali; Di antara Kemacetan Dan Caci Maki”, dalam Bali Post, Rabu 29 Nopember 1978.
[45] Gde Soeka. 1978. “Sekali Lagi Tentang Setan Bercanda Di TVRI”, dalam Bali Post, Selasa, 14 Nopember 1978.
[46] Nyoman Sumitrajaya. 1978. “Lagi-Lagi Setan Bercanda”, dalam Bali Post, Rabu, 15 November 1978.
[47] I Wayan Dibia. 1978. “Tari Setan Bercanda Di TV Denpasar”, dalam Bali Post, Senin, 13 Nopember 1978.
[48] Bronislow Malinowski. Loc.Cit.
[49] Wawancara dengan I Nyoman Sura, di ISI Denpasar. Tanggal 4 Juni 2012.
[50] Wawancara dengan I Nyoman Sura, di ISI Denpasar. Tanggal 4 Juni 2012.